Kamis 23 Jan 2014 18:22 WIB

Hilirisasi Rumput Laut Dinilai Belum Matang

Red: Julkifli Marbun
Budidaya rumput laut (ilustrasi)
Foto: alibaba.com
Budidaya rumput laut (ilustrasi)

EKBIS.CO, JAKARTA -- Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) menilai langkah pemerintah untuk mendorong hilirisasi rumput laut masih memerlukan perencanaan yang matang.

Dalam siaran pers yang diterima Antara di Jakarta, Kamis, menyebutkan bahwa hal itu karena daya saing industri dalam negeri yang masih rendah jika dibandingkan dengan industri luar negeri meskipun Indonesia dikenal sebagai pengekspor bahan baku rumput laut.

Kebutuhan rumput laut awalnya datang dari permintaan luar. Selama ini, industri nasional belum mampu menyerap rumput laut yang dihasilkan sehingga harus diekspor, kata Ketua ARLI Safari Azis dalam keterangan pers tersebut.

Menurut dia, selain mendorong hilirisasi rumput laut, Pemerintah seharusnya juga memperhatikan sisi lain, yakni peluang ekspor yang potensial dari komoditas rumput laut.

"Kita harapkan industri rumput lautnya jalan, ekspornya juga tetap jalan," kata dia.

Safari menerangkan bahwa saat ini penyerapan rumput laut oleh industri nasional baru mencapai 30 persen dari produktivitas, sementara ekspor rumput laut yang belum diolah masih banyak dibutuhkan oleh pihak luar sebagai produk pengenyal, pengemulsi, penjernih, dan sebagai bahan penunjang meski harga pasaran internasional yang cukup tinggi.

Hingga Oktober 2013, kata dia, ekspor rumput laut Indonesia mencapai 147.052 ton dengan nilai 132,48 juta dolar AS.

Industri dalam negeri terkadang mengeluh dengan tingginya harga bahan baku sehingga sulit bersaing dengan para pelaku ekspor. Oleh karena itu, kata Safari, perlu dibangun pasar dalam negeri agar hasil olahan ekspor bisa bersaing dari segi harga dan kualitasnya.

Menurut dia, agar berdaya saing, industri rumput laut perlu memiliki kejelasan sistem, mulai dari pembudidayaannya, sistem bahan baku, perdagangannya, logistik hingga perizinan industrinya.

"Kami meminta pada Pemerintah supaya dibuatkan road map/blue print yang disepakati oleh stakeholder agar regulasi dan strateginya tepat dan membuat industrinya juga berdaya saing," kata dia.

Safari mengungkapkan bahwa saat ini perizinan bagi industri pengolahan rumput laut yang beroperasi cenderung disulitkan karena setidaknya harus memiliki 14 macam surat izin yang dikeluarkan oleh kementerian/lembaga yang berbeda-beda sehingga menyebabkan biaya tinggi dan tidak efisien.

Pemerintah, kata dia, perlu memikirkan bagaimana agar pelaku usaha, baik nasional maupun internasional, tertarik untuk berinvestasi dan membangun Industri.

"Proyek pemerintah dalam industri pengolahan rumput laut jalan di tempat karena perencanaannya tidak matang, tidak ekonomis, dan tidak ada akses pasar. Kita harapkan Pemerintah bisa lebih bijaksana mengambil langkah-langkah yang tepat," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement