EKBIS.CO, JAKARTA -- Kepemimpinan nasional yang kelak terpilih melalui Pemilihan Umum 2014 diharapkan mampu menelurkan kebijakan ekonomi yang tepat. Kalangan dunia usaha, melalui Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, menilai, pemerintahan mendatang memiliki segudang pekerjaan rumah yang harus dituntaskan.
Permasalahan terkait tingginya subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang berimbas pada melonjaknya defisit transaksi berjalan dan berujung pada pelemahan nilai tukar rupiah adalah salah satunya.
Ketua Umum Kadin Indonesia Suryo Bambang Sulisto mengaku khawatir dengan cara pemerintah menangani permasalahan subsidi BBM. "Dari tahun ke tahun, subsidinya bertambah dan semakin menjadi beban yang luar biasa bagi perekonomian kita," kata Suryo dalam temu pers Kadin bertajuk "Catatan Awal Tahun: Kepemimpinan Ekonomi Baru 2014" di Menari Kadin Indonesia, Jakarta, Senin (27/1).
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi belanja subsidi BBM dalam tahun anggaran 2008 tercatat Rp 139,106 triliun. Realisasi ini melonjak menjadi Rp 211,895 triliun dalam tahun anggaran 2012.
Secara kumulatif sejak 2008 hingga 2012, realisasi subsidi telah menyentuh Rp 643,5 triliun. Sedangkan realisasi subsidi BBM dalam APBN-P 2013 sampai dengan 31 Desember 2013 mencapai Rp 210 triliun.
Angka ini berpotensi mencapai sekitar Rp 240 triliun hingga Rp 250 triliun seiring pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang sepanjang 2013 mencapai Rp 10.452 per dolar AS atau lebih tinggi dibanding patokan dalam asumsi dasar ekonomi makro yaitu Rp 9.600 per dolar. Dalam APBN 2014, pagu subsidi BBM tercatat Rp 194,89 triliun.