EKBIS.CO, JAKARTA --- Sebutan kota Apel untuk Malang mungkin sebentar lagi kandas. Keberadaan apel malang kian tergeser oleh apel-apel impor yang terus membanjiri pasar. Belum lagi lahan pertanian yang kian tipis karena beralih fungsi.
Berdasarkan penelusuran Asosiasi Hortikultura Nasional (AHN), sekitar 60 hingga 70 persen lahan pertanian di Malang beralih menjadi hotel, tempat hiburan atau sebagian perkebunan tebu. Lalu, harga apel lokal pun menjadi rendah karena keberadaan apel impor yang kebanyakan dari Cina. "Harganya bahkan sempat jatuh hingga Rp 2500 per kilogram di tingkat eceran," ujar Sekretaris Jenderal Asosiasi Hortikultura Nasional (AHN) Ramdansyah, Ahad (23/2).
Melihat kondisi ini, petani apel pun banyak yang memilih meninggalkan perkebunan apel. Mereka beralih ke sektor usaha lain seperti properti dan agriowisata yang lebih menguntungkan. Apalagi erupsi Gunung Kelud juga membuat petani makin sulit memasarkan produknya.
AHN pun meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) membenahi kondisi ini. Menteri Perdaganagan (Mendag) M, Lutfi diminta untuk mengurangi volume impor 37 produk hortikultura yang tidak dikenai preferensi harga, terutama apel.
Selain itu, hendaknya Kemendag memberikan sanksi tegas kepada Importir Terdaftar (IT) Hortikultura yang tidak mampu merealisasikan 80 persen permohonannya. Sanki yang diusulkan berupa pencabutan izin IT hortikultura selama dua tahun sesuai dengan Permendag NO.47 tahun 2013.
Kemendag diminta memperhatikan rekomendasi Kementerian Pertanian terkait masa panen raya. Hal ini penting agar tidak ada produk impor yang serupa dengan produk lokal pada saat yang bersamaan. Harga produk lokal dipastikan terpuruk jika hal ini terjadi. Dampak erupsi Gunung Kelud dikatakan membuat distribusi produk menjadi tidak lancar.