EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) tengah mempertimbangkan pengurangan ataupun penghapusan bea masuk (BM) impor biji kakao sehubungan dengan kebutuhan untuk industri di dalam negeri makin meningkat yang tidak diiringi suplai yang mencukupi dari dalam negeri.
"Saya baru mendapat surat dari asosiasi industri cokelat yang meminta supaya bea masuk impor biji kakao dari lima persen diturunkan," kata Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi saat berdiskusi dengan wartawan di Jakarta, Jumat (21/3).
Lutfi mengatakan bahwa saat ini industri dalam negeri membutuhkan biji kakao lebih banyak daripada yang bisa disuplai dari produsen di Indonesia. Oleh karena itu, pihaknya akan mempertimbangkan untuk penghapusan BM tersebut setelah berdialog dengan kementerian lainnya.
"Kita lihat terlebih dahulu, akan kami rapatkan bersama dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Pertanian, begitu angkanya cocok, kami akan teken," ujar Lutfi.
Lutfi menjelaskan bahwa selama dunia industri membutuhkan tambahan pasokan yang tidak bisa disuplai dari dalam negeri maka pihaknya akan mengupayakan pembebasan BM tersebut. "Selama angka di industri memang membutuhkan pasokan, kita akan bebaskan, satu minggu bisa selesai di Kemendag," kata Lutfi.
Selama ini, Pemerintah menerapkan bea masuk untuk impor biji kakao sebesar 5 persen untuk melindungi produksi petani lokal sekaligus harga jualnya. Saat ini, kata Lutfi, total kapasitas terpasang dari perusahaan pengolahan biji kakao dalam negeri, termasuk kapasitas terpasang perusahaan yang mati suri, mencapai 850 ribu ton per tahun, sementara produksi kakao nasional terus merosot dari tahun ke tahun.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, pada tahun 2010 produksi kakao nasional 837.918 ton, dan turun menjadi 712.231 ton pada tahun 2011. Bahkan, Asosiasi Kakao Indonesia menyebutkan, tahun lalu produksi kakao lokal hanya 450.000 ton dan diproyeksikan kembali susut menjadi 425.000 ton pada tahun 2014.
Salah satu penyebab turunnya produksi kakao nasional adalah melorotnya produktivitas kakao akibat usia tanaman yang sudah tua. Pada tahun 2009, misalnya, produktivitas kakao masih sekitar 822 kilogram (kg) per hektare (ha) dan melorot menjadi 739 kg per ha pada tahun 2012.