Selasa 25 Mar 2014 17:44 WIB

Investor Lihat Perkembangan Sanksi Rusia

Red: Agung Sasongko
Pemimpin Ekonomi Rusia Presiden Vladimir Putin menyampaikan pidato kuncinya dalam dialog APEC CEO Summit 2013 di BICC, Nusa Dua, Bali, Senin (7/10/2013)
Foto: ANTARA FOTO
Pemimpin Ekonomi Rusia Presiden Vladimir Putin menyampaikan pidato kuncinya dalam dialog APEC CEO Summit 2013 di BICC, Nusa Dua, Bali, Senin (7/10/2013)

EKBIS.CO,   SIMPEROFOL -- Kurs euro melemah di Asia pada Selasa setelah menguat di New York, karena para analis memperingatkan risiko penurunan jika para pemimpin Barat memperketat sanksi ekonomi pada Rusia atas krisis Krimea. Zona euro memiliki hubungan bisnis yang kuat dengan Moskow dan setiap gangguan pasokan minyak penting dari Rusia dapat menekan mata uang tunggal.

Dalam perdagangan sore di Tokyo, euro dibeli 1,3828 dolar dan 141,39 yen, dibandingkan 1,3835 dolar dan 141,48 yen pada Senin di New York, di mana euro didorong naik oleh peningkatan aktivitas bisnis zona euro.

Dolar dibeli 102,25 yen dari 102,26 yen.

Rupee India mencapai tertinggi tujuh bulan pada 60,47 terhadap dolar karena perlahan-lahan pulih dari aksi jual yang dipicu oleh keputusan Federal Reserve AS untuk memulai mengurangi program stimulusnya.

Pada Senin, Presiden AS Barack Obama dan anggota lain dari kekuatan ekonomi Kelompok Tujuh (G7) membatalkan pertemuan puncak mendatang di Rusia, berusaha untuk memperdalam isolasi Moskow setelah mencaplok Krimea dari Ukraina bulan ini.

Setelah pembicaraan darurat yang diminta oleh Obama, diumumkan bahwa pertemuan G8 pada Juni di Sochi akan digantikan oleh pertemuan G7 di Brussel tanpa keterlibatan Rusia. Para investor sedang mengukur kemungkinan dampak yang lebih luas dari setiap sanksi baru terhadap Moskow.

"Apa pun sepanjang jalur tersebut mungkin akan melihat euro merosot turun, terutama karena Eropa tengah menerima mayoritas pasokan minyak dari Rusia dan zona euro memiliki hubungan ekonomi yang sangat kuat dengan Rusia," Stuart Ive, penasihat nasabah senior pada OM Financial di Wellington, mengatakan kepada Dow Jones Newswires.

"Setiap sanksi akan menekan euro."

Investor akan mengamati dengan seksama sebuah ceramah di Paris oleh kepala Bank Sentral Eropa (ECB) Mario Draghi untuk melihat apakah ia memberikan petunjuk kebijakan baru.

Credit Agricole mengatakan meskipun penghindaran risiko telah menurun dari tingkat tertinggi baru-baru ini, masih ada tingkat kehati-hatian tinggi dari para investor yang mau mengambil taruhan jangka panjang.

"Penyebab kecemasan pasar tetap tak berubah selama beberapa minggu terakhir, yaitu ketegangan Ukraina, pertumbuhan lebih lemah di Tiongkok dan data AS tampil di bawah ekspektasi."

Rupee India terus menikmati dukungan karena kekhawatiran atas berakhirnya stimulus The Fed rontok, sementara pedagang berharap kemenangan untuk oposisi BJP yang pro-bisnis dalam pemilihan umum mendatang.

Unit India salah satu yang terpukul paling keras di antara mata uang negara-negara berkembang pada tahun lalu oleh langkah pengurangan stimulus Fed karena orang asing menarik investasi mereka di tengah harapan bahwa suku bunga dalam negeri (AS) akan naik.

Dolar bervariasi terhadap mata uang Asia-Pasifik lainnya. Unit AS merosot menjadi 45,10 peso Filipina dari 45,18 peso dan menjadi 1,2689 dolar Singapura dari 1,2718 dolar Singapura. Namun greenback naik menjadi 32,58 baht Thailand dari 32,44 baht dan menjadi 1.079,50 won Korea Selatan dari 1.078,50 won, sementara tidak berubah pada 11.380 rupiah Indonesia.

Dolar Australia menguat menjadi 91,26 sen AS dari 90,85 sen AS. Yuan Tiongkok diambil 16,49 yen terhadap 16,46 yen.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement