EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengamat menilai kriminalisasi dalam pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dapat mengurangi kemampuan otoritas perbankan dan moneter untuk merespons krisis keuangan. FPJP adalah fasilitas pendanaan pada bank agar dapat memenuhi kewajiban memenuhi saldo minimum di Bank Indonesia (BI). Pada 2008 lalu, BI memberikan FPJP pada Bank Century.
Ekonom Standard Chartered Fauzi Ichsan mengatakan, ketika itu, krisis ekonomi global membuat rupiah, bursa saham dan CDS terpuruk. "Sehingga kalau dilihat dari sisi perbankan, pasar finansial, dan akuntasi, keputusan yang dianggap tepat yaitu membail out Bank Century," ujar Fauzi dalam Peluncuran buku dan diskusi Bola Liar Kasus Bank Century : Kebijakan pencegahan dan tanggapan menyesatkan, Selasa (25/3).
Namun, langkah tersebut ternyata berimplikasi politik. Mantan Deputi Gubernur BI Budi Mulya didakwa memperkaya diri dari pemberian FPJP Bank Century dan atas penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Fauzi mengatakan, kriminalisasi kebijakan tersebut berdampak sangat negatif.
"Kebijakan pemberian FPJP oleh BI ke Bank Century itu keputusan kolegial. Keputusan kolektif oleh dewan gubernur BI saat itu. Dengan keputusan tersebut, otomatis kalau keputusan tersebut dikriminalisasi maka seluruh dewan gubernur terlibat," ujarnya.
Pada akhirnya, jika di kemudian hari suatu bank mengalami krisis likuditas dalam krisis finansial dan membutuhkan penyelamatan, para pengambil keputusan khawatir akan dikriminalisasi jika membail out bank tersebut. Ia mengkhawatirkan bank akan dibiarkan bangkrut sehingga dapat memicu kepanikan pasar.
"Nantinya pemerintah, bank sentral, dewan gubernur, regulator sektor keuangan akan khawatir untuk menyelamatkan institusi karena takut dipolitisasi. Takut dikriminalisasi," ujarnya.