Sabtu 26 Mar 2022 12:54 WIB

Sri Mulyani: Kehutanan Pemberi Kontribusi Terbesar Penurunan CO2

Indonesia berkomitmen menurunkan CO2 sebesar 29 persen dengan upaya sendiri.

Red: Friska Yolandha
Hutan (ilustrasi). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan sektor kehutanan menjadi pemberi kontribusi terbesar dalam penurunan karbondioksida (CO2) untuk mencapai Nationally Determined Contribution (NDC).
Foto: KLHK
Hutan (ilustrasi). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan sektor kehutanan menjadi pemberi kontribusi terbesar dalam penurunan karbondioksida (CO2) untuk mencapai Nationally Determined Contribution (NDC).

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan sektor kehutanan menjadi pemberi kontribusi terbesar dalam penurunan karbondioksida (CO2) untuk mencapai Nationally Determined Contribution (NDC). Indonesia dalam Kesepakatan Paris melalui NDC berkomitmen menurunkan CO2 sebesar 29 persen dengan upaya sendiri dan 42 persen melalui bantuan internasional.

"Jadi sektor kehutanan berkontribusi mengurangi 497 juta ton CO2 untuk mencapai target 29 persen atau 692 juta ton untuk target 41 persen," kata Sri Mulyani dalam acara Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia di Jakarta, akhir pekan ini.

Baca Juga

Lebih lanjut, kata dia, sektor lainnya yang memberikan kontribusi terbesar penurunan emisi karbon adalah energi dan transportasi sebesar 314 juta ton untuk target 29 persen dan 441 juta ton untuk 41 persen. Untuk sektor limbah, kontribusinya mencapai penurunan 11 juta ton untuk target 29 persen atau 26 juta ton untuk mencapai NDC 41 persen, sektor pertanian sebesar 9 juta ton atau 4 juta ton, serta sektor energi, industri dan penggunaan produk (IPPU) 2,75 persen atau 3,25 persen.

Selain memiliki kontribusi yang besar, Sri Mulyani menuturkan penurunan CO2 di sektor kehutanan juga memakan biaya yang sedikit, yakni Rp 77,82 triliun untuk mencapai target NDC sebesar 29 persen atau Rp 93,28 triliun untuk mencapai target 42 persen. Sementara itu, penurunan CO2 di sektor energi dan transportasi justru membutuhkan biaya yang sangat besar, yaitu Rp 3.307,2 triliun untuk mencapai target emisi 29 persen atau Rp 3.500 triliun untuk target 41 persen.

"Ini jadi suatu tantangan karena negara yang mau terus maju dan berkembang pasti kebutuhan energi dan transportasinya meningkat," ungkap dia.

Dengan demikian, dirinya menilai anggaran negara tak bisa sendirian membiayai kebutuhan penurunan CO2 tersebut karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sudah bekerja keras selama dua tahun terakhir untuk menghadapi pandemi. Maka dari itu, kata dia, dibutuhkan partisipasi seluruh pihak untuk bergotong-royong mengatasi perubahan iklim di Indonesia.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement