EKBIS.CO, JAKARTA -- Kehutanan menjadi sektor yang sangat diharapkan dan potensial dalam perdagangan karbon. Sektor kehutanan juga menyumbang porsi terbesar di dalam target penurunan emisi gas rumah kaca dengan kontribusi sekitar 60 persen dalam pemenuhan target netral karbon atau net-zero emission.
Oleh karena itu, melalui Indonesia's FOLU Net Sink 2030, pemerintah menargetkan tingkat serapan emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya pada 2030 akan seimbang atau bahkan lebih tinggi dari tingkat emisi.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo mengungkapkan untuk mencapai target Net Sink sektor FOLU pada 2030, membutuhkan pendanaan yang diperkirakan mencapai 14 miliar dolar AS. Dari angka tersebut, 55 persen di antaranya diharapkan datang dari investasi sektor swasta.
"Jadi untuk mencapai FOLU Net Sink 2030, kita harus melaksanakan aksi mitigasi maupun investasi, baik pemerintah maupun private sector, itulah dibuat regulasi yang harus diikuti," katanya melalui keterangan pers di Jakarta, Jumat (10/11/2023).
Indroyono mengatakan saat ini ada sekitar 600 unit perusahaan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH), yang sebagian mulai masuk ke jasa lingkungan terkait karbon. Tentu ada langkah-langkah yang harus ditempuh oleh para pemegang PBPH dapat masuk ke jasa lingkungan karbon ini, dengan mengikuti regulasinya, menyusun DRAM dan proses ke SRN sehingga terbit SPE GRK.
"Oleh karna itu, memang harus hati-hati dan harus bermitra bersama-sama. Regulasinya dibuat pemerintah, investasi dilaksanakan pemerintah maupun swasta," pungkasnya.
Sementara itu Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Agus Justianto mengatakan pemerintah telah menyiapkan semua instrumennya. Maka itu, pemegang PBPH juga harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan tersebut.
Lebih lanjut, Agus menyampaikan kesiapan Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) yang merupakan sub sektor kehutanan untuk melaksanakan perdagangan karbon.
Instrumen Sudah Tersedia
Dirinya menyatakan instrumennya sudah tersedia termasuk metodologi yang ada Sistem Registri Nasional (SRN), walaupun masih dimungkinkan untuk mengusulkan metodologi yang diperlukan dapat digunakan oleh SRN.
"Sebagai sektor yang diharapkan mempunyai kontribusi yang paling besar yaitu hampir 60 persen dari total pengurangan emisi GRK, maka PBPH sudah mulai mempersiapkan diri bahkan mungkin paling siap untuk melaksanakan perdagangan karbon, khususnya dari segi legalitas, kinerja, rencana kerja usaha, SDM, luas wilayah aksi mitigasi, pendanaan dan lain lain," ujar Agus.
Saat ini, telah berproses melalui Rencana Kerja Usaha (RKU) sejumlah 72 PBPH yang telah memasukkan kegiatan jasa lingkungan atau penyerapan dan penyimpanan karbon. Dari jumlah 72 ini, 32 PBPH telah disetujui RKU Pemanfaatan Hutannya (RKUPH).
Kegiatan usaha pada RKUPH merupakan aksi mitigasi penyerapan dan penyimpanan karbon yang dilakukan melalui berbagai kegiatan diantaranya adalah silvikultur intensif (SILIN), Reduce Impact Logging Carbon(RILC), penanaman, pengkayaan, pemulihan lingkungan, kemitraan kehutanan serta aksi mitigasi dalam pencapaian target FOLU.
"Ini yang dapat dilakukan seluruh areal kerja yang dituangkan dalam Dokumen Rencana Aksi Mitigasi atau DRAM. Jadi mereka sudah siap untuk menyusun DRAM dan sudah mulai kita fasilitasi, karena kita sudah menyiapkan sistem informasi DRAM juga untuk mempercepat prosesnya," terang Agus.
Selain itu, pihaknya tengah menyiapkan tenaga teknis karbon melalui berbagai pelatihan. Begitu juga dengan sosialisasi penerapan Kerangka Metodologi Penghitungan Pengurangan Emisi/Peningkatan Serapan GRK Sektor FOLU.