EKBIS.CO, JAKARTA -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendorong pemerintah untuk mempopulerkan singkong sebagai bahan pangan primer dan komoditas yang mempunyai nilai tambah tinggi.
"Kita merasa singkong belum mendapat perhatian, kurang populer, singkong juga perlu kita populerkan," kata Komite Ketetapan Pengembangan Industri Derivatif Pertanian Kadin Andi Bachtiar Sirang di Jakarta, Rabu (14/5).
Bahkan, dia juga mengajukkan untuk mengganti nama singkong menjadi ubi kayu agar steoretip singkong sebagai bahan pangan yang biasanya terpinggirkan menjadi yang diutamakan. "Namanya juga kalau perlu diubah menjadi lebih besar, kita kepingin mengetengahkan singkong menjadi ubi kayu. Singkong kan 'image'-nya (gambarannya) selalu kecil, sulit berkembang dan tidak menarik," katanya.
Namun, Konsultan Senior dan Penemu Pembuat Tepung Singkong Modifikasi (Mocaf) tidak menyetujui pergantian nama tersebut agar singkong diminati oleh seluruh masyarakat "Justru nama singkong ini yang harus kita populerkan, lebih Indonesia," katanya.
Dia juga menyangkan saat ini masyarakat terlalu berfokus mengkonsumsi beras di tengah bahan pangan pokok lainnya, seperti jagung dan singkong. Dosen Universitas Jember itu mencatat pada 1945 konsumsi berasbaru mencapai 53,5 persen dan sisanya dipenuhi dari ubi kayu (22,26 persen), jagung (18,9 persen) dan kentang (4,99 persen).
"Setelah 33 tahun pada 1987, pola pangan sudah bergeser luar biasa, yakni beras 81 persen, ubi kayu 10,02 persen dan jagung 7,82 persen," katanya.
Pada 2010, lanjut dia, konsumsi terigu naik 500 persen, yakni 15 kilogram terigu per kapita per tahun dalam kurun waktu 30 tahun. "Pangsa pangan selain beras dalam pola konsumsi pangan pokok nyaris hilang," katanya.
Namun, Kementerian Pertanian telah menetapkan dalam rencana strategis (Renstra) 2015-2019 bahwa komoditas ubi kayu termasuk dalam komoditas strategis yang akan diakselerasi.