EKBIS.CO, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta perbankan untuk terbuka mengenai komisi bancassurance yang mereka dapatkan. Saat ini regulator tengah mendiskusikan hal tersebut dengan perbankan.
Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Nonbank, Dumoly F Pardede mengatakan, OJK menginginkan adanya panduan mengenai biaya yang didapatkan perbankan dari penjualan asuransi. Bank memiliki tiga fungsi dari bancassurance, yakni sebagai agen, distributor dan hybrid.
"Kalau agen kan sudah jelas ada komisinya. Dalam ketentuan penjualan produk di dalam polis ada dicantumkan mau agen perorangan atau mau agen bank," ujar Dumoly, Selasa (10/6).
Bank sebagai distributor juga mengeluarkan biaya. Seperti IT, SDM dan kantor cabang. Yang terakhir, bank sebagai hybrid juga juga mengeluarkan biaya. "Cost yang harus di bank dan asuransi itu risk taker-nya sudah bersama-sama. Asuransi dapat risk taker. Bank juga risk taker," ujarnya.
Ia mengatakan, yang harus dibuka kepada nasabah adalah komisi bank sebagai agen. Hal tersebut masih didiskusikan dengan perbankan. Komisi tersebut nantinya harus dicantumkan dalam polis. "Kalau kita beli polis kan ada preminya berapa. Kemudian biaya agen itu clear ada," ujarnya.
Vice President Director Manulife Indonesia Nelly Husnayati mengatakan, bank akan keberatan jika komisi tersebut harus dibuka kepada nasabah. Namun jika hal tersebut menjadi peraturan, asuransi, bank dan OJK harus berdiskusi bersama. "Gimana caranya supaya itu tidak dinilai negatif," ujarnya.
Ia mengatakan, komisi bank sebagai agen pemasar asuransi jiwa berbeda-beda. Tidak sama dengan agen pemasar asuransi umum yang relatif sama. "Takutnya nanti nasabah melihatnya, mereka dapat komisinya segini, berarti preminya mahal banget. Padahal tentu itu sudah dikemas sedemikian rupa," ujarnya.