EKBIS.CO, Semenjak kondisi krisis moneter pada akhir 1990-an, pasar keuangan Indonesia praktis telah mengalami pemulihan. Salah satu indikator utamanya adalah pertumbuhan pesat Bursa Efek Indonesia (BEI).
Pada 13 Agustus 2014, misalnya, IHSG di BEI mencatat nilai tertinggi di level 5.168,269. Nilai kapital pasar saham hingga akhir Juli 2014 menembus Rp 5.053 triliun. Ini menjadikan Indonesia duduk di peringkat ketiga pertumbuhan pasar modal dan kapitalisasi pasar Asia.
Memasuki tahun politik 2014, sempat merebak kekhawatiran bahwa investasi akan melemah selama proses penyelenggaraan Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilu Presiden (Pilpres).
Namun di tengah situasi itu, saham BBCA tetap mengalami kenaikan. Pergerakan saham BBCA periode 4-15 Agustus 2014, misalnya, menunjukkan nilainya terus naik dari 11,725 menjadi 11,800. Biasanya, saham-saham perusahaan dengan kinerja yang baik dan ternama seperti BBCA memang tidak banyak terpengaruh situasi ekonomi dan politik.
Fakta di lapangan ternyata memang bertolak belakang. Dibanding kuartal II/2013, investasi Indonesia justru naik sebesar 16,4% (http://www.kemenkeu.go.id/en/node/42372), tahun ini. Sejak Februari 2014, investasi asing mengalir deras ke Indonesia dan terus berlanjut hingga Agustus 2014. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), Tirta Segara, menyebutkan, aliran modal asing tahun ini mencapai US$11,54 miliar.
Meningkatnya investasi, terutama terjadi di triwulan II 2014, setelah melihat situasi Pileg pada bulan April yang berlangsung aman. Pelaksanaan Pileg yang aman memberi sinyal bahwa pelaksanaan Pilpres pun akan berlangsung aman pula.
Hal ini mendorong investor untuk mulai berinvestasi. Meskipun pasar modal yang paling awal dan paling dalam penurunannya saat terjadi guncangan, tapi situasi politik dalam negeri yang cukup kondusif, membuat pasar modal tak banyak tertekan.
Terkait dengan hal tersebut, diperkirakan hingga akhir tahun, tren pertumbuhan pasar modal akan berlanjut seiring tumbuhnya optimisme pada perekonomian. Kinerja saham finansial, khususnya perbankan berkapitalisasi besar seperti BCA, akan tetap menarik di tahun depan terutama karena fenomena spread suku bunga perbankan di Indonesia yang sampai saat ini masih relatif tinggi dibanding dengan negara-negara lain.
Ambil contoh, saham BBCA secara fundamental memiliki banyak peluang untuk tumbuh tahun ini. Jika mengukur CAR dan LDR-nya, posisi BCA masih sangat aman dibandingkan perbankan lain. Selama 2013, saham BBCA yang masuk deretan saham blue chips tumbuh 4,39%. Semester I 2014, kinerja BBCA solid dengan NIM meningkat 50 bps menjadi 6,5%, ROA 3,8%, CAR naik di level 17%, LDR 75,5%, dan NPL tetap di level rendah sebesar 0,5%.
BI memprediksi aliran masuk modal asing juga akan tetap kuat pada Triwulan III-2014. Namun perlu dicermati, membanjirnya dana asing dalam bentuk investasi portofolio kerap menimbulkan persoalan. Tahun lalu, keluarnya dana-dana asing menekan rupiah cukup dalam terutama di triwulan III 2013. Dana asing ini harusnya bisa diarahkan dari investasi portofolio ke investasi langsung atau dari hot money menjadi cold money sehingga tidak menimbulkan gejolak di pasar uang.
Peluang untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi minimal 5,5% masih terbuka dan dapat dicapai, jika industri pengolahan didorong agar bisa tumbuh di atas tingkat pertumbuhan ekonomi, terutama dengan kebijakan penyediaan energi yang memadai, perbaikan jalur distribusi, dan peningkatan akses kredit (likuiditas) untuk meningkatkan produksi.
Selain itu, sektor pertanian juga perlu didorong agar mampu tumbuh minimal 4%, mengingat pertumbuhan tahun 2013 hanya 3,54% yoy, padahal tahun 2012 masih bisa tumbuh 4,20% yoy, serta mencegah sektor pertambangan dan penggalian dari pertumbuhan negatif.
DR. M. Fadhil Hasan, Ekonom Senior INDEF.