Jumat 12 Sep 2014 18:13 WIB

OJK Minta Otoritas Moneter Asing Terbuka Seperti Indonesia

Rep: Satya Festiani/ Red: Ichsan Emerald Alamsyah
Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Hadad (kiri), dan Deputi Komisioner Manajemen Strategis 1B OJK, Lucky F.A. Hadibrata dalam Forum Group Discussion ASEAN, Jakarta, Jumat (12/9).(Republika/ Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Hadad (kiri), dan Deputi Komisioner Manajemen Strategis 1B OJK, Lucky F.A. Hadibrata dalam Forum Group Discussion ASEAN, Jakarta, Jumat (12/9).(Republika/ Yasin Habibi)

EKBIS.CO, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta agar lembaga moneter asing dapat terbuka terhadap kepemilikan asing di perbankan. Negara-negara lain diharapkan dapat mengikuti peraturan kepemilikan bank yang longgar seperti di Indonesia.

 

Di Indonesia, asing dapat memiliki sampai 40 persen saham di setiap bank umum. Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadah mengatakan, aturan tersebut sangat international compliance.

OJK dan Bank Indonesia (BI) saat ini tengah mendorong agar prinsip resiprokal dapat diterapkan dalam ASEAN Banking Integration Framework (ABIF). Kerangka aturan tersebut harus selesai sebelum Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sektor perbankan diterapkan pada 2020.

"Kita masih punya waktu rumuskan drafnya sehingga bisa dirumuskan bersama pada 2020," ujar Muliaman, Jumat (12/9). Sebelum ABIF ditandatangani, OJK dan BI akan melakukan perjanjian bilateral dengan masing-masing negara ASEAN agar prinsip resiprokal dapat betul-betul diterapkan.

Dalam perjanjian tersebut, terdapat beberapa hal yang akan disepakati, misalnya kemampuan keuangan dan indikator keuangan perbankan serta compliance terhadap aturan global.

Muliaman mengatakan, berdasarkan indikator yang bersifat global, terdapat 4-5 bank dari Indonesia yang memenuhi syarat. Ia berharap jumlah bank yang memenuhi syarat dapat meningkat, terutama dari bank swasta.

Perjanjian bilateral tersebut harus dapat disepakati agar perbankan dapat dipayungi otoritas. Ia mengatakan, lembaga keuangan yang datang ke Indonesia haruslah lembaga yang sudah disetuju oleh otoritas di negaranya.

Muliaman mengatakan pihaknya tengah berdiskusi secara intens dengan beberapa negara, termasuk Singapura, Jepang, Malaysia, Cina, dan Korea Selatan. "Drafnya sudah dalam tahap akhir," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement