EKBIS.CO, JAKARTA-Kementerian Pekerjaan Umum (Kementrian PU) mengaku tak bisa sendirian menangani penataan kawasan kumuh. Karena, penanganan infrastruktur lingkungan akan menyangkut banyak sektor.
Menteri PU Djoko Kirmanto menjelaskan Kementrian PU telah meluncurkan Proyek Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) dan Proyek Pengentasan Kemiskinan Masyarakat Perkotaan (P2KP). Kedua program itu merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam mengurangi jumlah kawasan kumuh di Indonesia.
Indonesia melalui dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) mencita-citakan terwujudnya kota tanpa kawasan kumuh pada 2019. Target itu dicanangkan bersamaan dengan target pencapaian akses universal seratus persen air minum dan sanitasi.
Data yang dihimpun oleh Kementrian PU menunjukkan bahwa pada 2014 terdapat 3.201 kawasan kumuh. Kawasan kumuh tersebut mencakup wilayah 34.374 hektar yang didiami oleh 34,4 juta jiwa. Dikatakan Djoko, kawasan terluas pemukiman kumuh terdapat di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya.
Untuk mewujudkan kota tanpa kawasan kumuh, maka dibutuhkan penanganan yang memperhatikan karakter lokal masing-masing kawasan dan aspirasi warga yang tinggal di dalamnya. Lebih lanjut Djoko mengatakan target tersebut mustahil tercapai jika hanya dibebankan kepada Kementrian PU.
Selama kurun waktu 2009-2014, dibutuhkan investasi sebesar Rp 200 triliun untuk mengatasi permasalahan pemukiman kumuh. Artinya, setiap tahun rata-rata dibutuhkan Rp 40 triliun untuk menangani kawasan kumuh.
"Tidak mungkin anggaran sebesar itu dibebankan kepada satu kementerian sementara kita perlu dana untuk membangun jalan, waduk, dan lain-lain," jelas Djoko saat ditemui usai membuka acara Youth Habitat Forum pada Senin (6/10) di Jakarta.
Oleh karena itu, pemerintah mengharapkan keterlibatan masyarakat dan swasta untuk membantu menangani kawasan kumuh. Djoko optimistis dengan keikutsertaan segenap pemangku jabatan dari K/L, pemda, swasta, LSM, dan masyarakat luas maka target di 2019 akan tercapai.
Berdasarkan program yang telah dijalankan, anggaran pemerintah memberikan kontribusi 60 persen dari total kebutuhan proyek. Sisanya, lanjut Djoko, dipenuhi dari hasil swadaya masyarakat. "Andil masyarakat berupa gotong royong dan merencanakan bersama," terangnya.