Kamis 16 Oct 2014 02:53 WIB

Dipercaya Dunia Usaha, Pemerintah Baru Harus Imbangi Kebijakan

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Winda Destiana Putri
Logo Apindo
Logo Apindo

EKBIS.CO, JAKARTA -- Meski prediksi perkembangan ekonomi dan iklim investasi Indonesia masih baik, kebijakan yang dibuat pemerintah baru mendatang diharapkan sejalan dengan ekspektasi yang ada.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menaruh optimisme terhadap kepemimpinan Jokowi-JK. Ketua APINDO Franky Sibarani menyebut dalam pertemuan yg sempat digelar APINDO, Jokowi menyebut pembenahan birokrasi jadi salah satu poin yang diperhatikan pemerintah mendatang.

Namun APINDO tak hanya butuh itu, penegakan hukum, birokrasi dan keamanan juga penting dicermati pemerintah ke depan. Hal yang berkaian dengan penegakan hukum terutama undang-undang, profesionalisme penegak hukum, saran prasarana hukum dan budaya hukum.

''APINDO melihat kualitas undang-undang dalam lima tahun belakangan ini agak semrawut,'' kata Franky, Rabu (15/10).

Begitupun birokrasi yang berbelit. Franky menyebut contoh impor bahan baku produksi makanan. Prosesnya menjadi panjang jika bahan yang diimpor berbahan dasar produk pertanian.

Karena selain harus bolak-balik mengurus izin ke Kementerian Perindustrian dan Kementerian Pedagangan, pelaku usaha juga akhirnya harus mengurus perizinan di Kementerian Pertanian.

Efektifitas penempatan anggaran jadi sorotan APINDO seperti dana untuk UMKM yang mencapai Rp 26 triliun tapi tersebar di 22 kementerian.

Begitu pula pendidikan yang dipandang Franky harus jadi program yang dikuatkan di pemerintahan ke depan. Alokasi pendidikan yang mendukung perkembangan industri ada di beberapa kementerian.

Ia melihat ada beberapa sektor yang akhirnya tidak bisa mengikuti kecepatan perkembangan industri karena kualitas SDM yang belum meningkat. Misalnya pertanian dimana SDM pertanian tidak bertambah alam enam hingga delapan tahun ini padahal sektor pertanian tumbuh cepat.

''Sehingga tidak heran produktifitas pertanian kurang baik. Tentu harus ada alokasi dana lebih untuk meningkatkan SDM pertanian,'' ungkap Franky.

Franky membenarkan jika industri kreatif bisa kuat karena disokong 16 sektor yang mayoritas pelakunya adalah UMKM. Sehingga perlu yang perlu penguatan tidak hanya ekonomi kreatif, tapi juga UMKM.

Sebab, faktor keuangan mungkin tidak dipersoalkan industri besar tapi tidak demikian untuk industri kecil.

Keterjangkauan terhadap sumber energi bagi nelayan dan petani juga jadi sorotan APINDO. Jika harga BBM naik, APINDO berharap keterjangkauannya tidak menurun agar ekonomi petani dan nelayan juga tetap berjalan.

Secara umum, pengamat ekonomi Faisal Basri juga mengungkapkan ekonomi nasional di bawah kepeminpinan pemerintah baru masih bisa berjalan baik. Hanya, ia memberi beberapa catatan dan poin yang menjadi tantangan ke depan.

Secara politik, Faisal melihat Indonesia paling stabil yang kompatibilitas antara demokrasi dengan Islam bisa cocok. Indonesia juga jadi penyembur energi positif bagi dunia dengan tetap kondusifnya kondisi politik melalui kanalisasi kondisi via media.

''Tidak ada ketegangan tinggi dan kekuatan di bawah tanah. Indonesia jadi berbeda dengan Irak dan Mesir,'' kata Faisal. Bahkan mantan petinggi militer di Indonesia, kata Faisal, masih berpikir meraih kekuasaan melalui jalan legal parpol dan bukan kudeta.

Kondisi politik juga akan jadi kondusif dengan menyeberangnya sejumlah parpol dari KMP ke KIH. Jika PPP, PD dan Golkar menyeberang, pemerintah akan dikuatkan lebih dari 50 persen hasil perolehan suara gabungan parpol yang bergabung di KIH nantinya.

''Kekuasaan adalah logistik, koalisi berada di luar lingkaran kekuasaan akan rapuh seiring menipisnya logistik,'' ungkap Faisal.

Meski pertumbuhan ekonomi nasional sempata melambat, konsumsi masyarakat tetap kuat. Pertumbuhan GDP berdasarkan sektor pun tidak semuanya menurun.

Di tengah kondisi itu, arus modal asing tetap mengalir. Total investasi asing 2014 mencapai 25,1 miliar US untuk periode Januari-Juni 2014. Sementara pada 2013, totalnya masih 23,2 miliar USD untuk periode yang sama.

Walau FDI mengalami penurunan dari 13,7 miliar USD pada semester pertama 2013 menjadi 8,3 miliar USD pada semester pertama 2014. Sementara invetasi fortofolio asing meninkat dari 9,5 miliar USD menjadi 16,8 miliar USD untuk rentang waktu yang sama.

Di periode itu juga, realisasi FDI paling banyak disektor manufaktur hingga 47 persen. Sementara sektor berbasis alam seperti pertambangan hanya 19,6 persen dan pertanian-perkebunan hanya delapan persen.

Indonesia pun masih berada di tiga tujuan utama investasi untuk 2014 hingga 2016.

Saat nilai rupiah turun, indeks tetap naik. ''Turunnya indeks hanya sinyal ketidaksukaan investor akan gejolak politik yang terjadi,'' kata Faisal.

Ia merasa tidak perlu ada kekhawatiran berlebihan atas keluarnya investasi asing. Sebab uang tidak akan lari dari Indoensia yang memberi return hingga 23 persen ke AS yang returnnya hanya ke 2,5 persen. Ia menilai pembicaraan mengenai isu kenaikan Fed Rate jadi belenggu padahal kenaikan itu belum pasti.

Faktor lain seperti kondisi global, regional dan demografi masih juga jadi komponen pertimbangan yang memengaruhi pergerakan indeks dan politik hanya jadi satu komponen di dalamnya.

Faisal memberi catatan mengenai inflasi Indonesia yang disebutnya kurang berkeadaban akibat subsidi BBM. Maka persoalan BBM harus segera diselesaikan.

Saat ini suku bunga BI pun terlalu tinggi, padahal inflasi turun. BI rate dengan inflasi bahkan berbeda 300 basis poin. BI makin tidak kredibel karena BI Rate yg harusnya jadi referensi perbankan tidak diikuti dan bank-bank malah menurunkan suku bunganya.

Langkah nyata yang harus segera diambil adalah low hangin fruit strategy dimana Jokowi harus mengambil kebijakan yang tidak perlu melalui rapat dewan. Ia menilai Jokowi juga tidak punya keinginan untuk mengeluarkan kebijakan yang harus melalui dewan tapi aksi taktis eksekutif.

Pendidikan Indonesia berdasarkan data PISA pada 2012 adalah yg terburuk ke dua dalam kemampuan matematis, membaca dan sains. ''Persoalan kemampuan dasar ini justru jadi beban industri dan bukan industri yang membebankan ke pemerintah. Sebab ini kompetensi dasar,'' kata dia.

Ia mengkritisi juga konsep revolusi mental ala Jokowi jika hanya memperbesar porsi pembinaan mental tanpa diimbagi ketercapaian kompetensi dasar membaca, matematika dan sains.

''Pendidikan berkarakter harus inheren. Penyampaian mata pelajarannya yang harus berkakter selain juga konten pembinaan karekter di semua mata pelajaran,'' tutur dia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement