EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah baru yang mulai memerintah pekan depan diharapkan segera mengambil langkah cepat untuk merevisi Peraturan Pemerintan tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (PP gambut).
Hal ini bertujuan menjaga kemampuan industri berbasis hutan tanaman dan kelapa sawit dalam menyumbang devisa dan menyerap tenaga kerja.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi menyatakan terbitnya PP gambut malah memukul industri unggulan termasuk hutan tanaman, produk kayu, pulp dan kertas, dan kelapa sawit.
"Ketentuan yang bisa ditafsirkan seenaknya dan terkesan berlaku surut itu tentu tidak baik bagi industri andalan nasional," katanya pada dialog publik 'Prospek Investasi dan Penciptaan Lapangan Kerja Berbasis Keunggulan Komparatif' di Jakarta, Kamis (16/10).
Sofjan yang menjadi tim kecil untuk bidang ekonomi Joko Widodo-Jusuf Kalla memastikan dirinya akan merekomendasi pencabutan PP gambut kepada pemerintahan mendatang.
Klausul memberatkan pada PP gambut salah satunya adalah soal penetapan batas paling rendah muka air gambut 0,4 meter dari permukaan. Pembatasan tersebut membuat akar kelapa sawit dan pohon akasia di hutan tanaman yang bisa tumbuh lebih dari satu meter bakal terendam dan akhirnya mati.
Jika situasi itu terjadi, lanjutnya, akan mengancam kelangsungan investasi hutan tanaman. Kerugian yang ditimbulkan ditaksir hingga Rp 103 triliun dan membuat sedikitnya 300 ribu tenaga kerja langsung menganggur. Industri berbasis hutan tanaman menyumbang devisa besar, dimana dari pulp dan kertas saja sudah mampu berkontribusi hingga 5,4 miliar dolar AS.
Investasi perkebunan dengan nilai investasi Rp 136 triliun pun bakal mati dan membuat 340 ribu orang kehilangan pekerjaan. Devisa ekspor yang dihasilkan berbasis kelapa sawit mencapai Rp103,2 triliun.
Sofjan mengingatkan pemerintah seharusnya menjaga industri-industri unggulan sebab kondisi ekonomi global saat ini sedang memburuk. "Industri unggulan harus dipertahankan agar selamat dari krisis," imbuhnya.