EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengamat menilai Pemerintah baru tidak memerlukan lembaga pembiayaan baru untuk membiayai proyek-proyek jangka panjang Pemerintah. Mereka meminta Pemerintah untuk memaksimalkan potensi institusi yang sudah ada.
"Kita sudah punya PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dan PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF). Menurut saya coba dioptimalisasikan," ujar Ekonom INDEF Ahmad Erani, Ahad (26/10).
Menurutnya, kedua institusi tersebut belum banyak dimanfaatkan untuk membiayai infrastruktur sehingga masih banyak dana yang masih tersimpan di sana. Erani mengatakan, kedua lembaga tersebut harus dipastikan telah didayagunakan.
"Cek terlebih dahulu sampai mana perannya sudah difungsikan optimal," ujarnya.
Jika ternyata perannya sudah optimal dan tidak mungkin lagi diperbesar, Pemerintah dapat membuat lembaga pembiayaan baru.
Senada, Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani mengatakan, Pemerintah tidak memerlukan lembaga pembiayaan baru. "Perusahaan Pemerintah seperti SMI dan IIF bisa dimanfaatkan. Kan percuma didirikan," ujarnya.
Selain itu, bank juga masih bisa dimanfaatkan untuk pembiayaan jangka panjang asalkan bank diberikan insentif. Aviliani mengatakan, insentif dapat berupa Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) yang lebih rendah jika bank tersebut memberikan kredit pada infrastruktur.
"ATMR penting karena ada hubungan dengan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN)," ujarnya.
Alternatif lainnya adalah penghitungan obligasi sebagai Loan to Deposit Ratio (LDR). Saat ini, instrumen yang dihitung sebagai LDR hanya dana pihak ketiga (DPK). Hingga Agustus 2014, LDR perbankan telah mencapai 90,63 persen. Dengan dimasukannya obligasi pada komposisi LDR, bank dapat mengeluarkan obligasi jangka panjang untuk membiayai kredit jangka panjang.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai Indonesia membutuhkan lembaga pembiayaan selain bank untuk membiayai proyek-proyek Pemerintah. Lembaga pembiayaan tersebut dianggap dapat membantu Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla merealisasikan sembilan agenda prioritasnya yang disebut Nawa Cita.