EKBIS.CO, YOGYAKARTA - Pertumbuhan kredit di tahun 2015 diperkirakam akan lebih baik dibandingkan tahun ini. Komisaris Bank Central Asia Cyrillus Harinowo mengatakan pertumbuhan ekonomi yang diasumsikan mencapai 5,8 persen menyebabkan pertumbuhakn kredit bisa lebih baik dibandingkan tahun ini. Pertimbuhan kredit bisa mencapai 15 persen, baik untuk BCA atau perbankan secara umum.
Dia mengatakan Loan to Depoait Ratio (LDR) menjadi harga mati yang menyebabkan perbankan tidak bisa secara agresif meningkatkan kredit. Kecuali, dana masyarakat bisa dikumpulkan dengan cepat. "Masalahnya aturan LDR mengunci perbankan untuk memberikan kredit secara agresif," ujar Harinowo, Jumat (7/11).
Pertumbuhan perbankan di kuartal ketiga 2014 lebih lambat dibandingkan kuartal yang sama 2013. Melelemahnya pertumbuhan ekonomi, peningkatan likuiditas membuat pertumbuhan kredit menjadi lebih kemah. Belum lagi ditambah situasi politik yang juga membuat bank lebih berhati-hati memberikan kredit.
"Tahun depan pasti lebih baik dibandingkan sekarang," katanya.
Hingga kuartal III-2014, portofolio kredit BCA meningkat 10,6 persen mencapai Rp 330,7 triliun dibandingkan periode sama tahun lalu senilai Rp 298,9 triliun. Pertumbuhan portofolio kredit tersebut terutama berasal dari kredit untuk pembiayaan bisnis (kredit korporasi, komersial, dan UKM), yang berkontribusi 85,5 persen dari total pertumbuhan kredit.
Kredit korporasi BCA hingga kuartal III-2014 mencapai Rp 112,5 triliun, tumbuh 13,7 persen dibandingkan periode sama tahun 2013 yang senilai Rp 98,9 triliun. Kredit komersial dan UKM tumbuh 11,8 persen dari Rp 114,8 triliun menjadi Rp 128,4 triliun. Sementara itu, penyaluran kredit konsumsi mencapai Rp 89,6 triliun, tumbuh 5,4 persen dibandingkan kuartal III-2013 yang senilai Rp 85,1 triliun.
Harinowo memperkirakan tahun depan bank dan pemerintah akan 'berebut' dana masyarakat. Pemerintah akan mencari dana untuk pembangunan dengan menerbitkan obligasi atau surat utang. Sementara, bank juga akan berebut dana pihak ketiga. Di sisi lain, masih banyak dana-dana masyarakat yang disimpan di luar negeri. Menurut dia, jika pemerintah memiliki instrumen untuk menarik dana-dana di luar negeri, hal ini membuat DPK bank-bank semakin tinggi. Dengan begitu, bank lebih leluasa melakukan ekspansi kredit.
Dia mengatakan pemerintah bisa melakukan instrumen amnesti perpajakan dengan mengurangi pajak di tahun pertama ketika korporasi atau nasabah menyimpan uang di dalam negeri. Misalnya, di tahun pertama pajak hanya dikenakan satu persen. Selanjutnya, di tahun berikutnya, pajak bisa disesuaikan namun tidak setinggi saat ini. Jika selama ini nasabah doyan menyimpan dana di Singapura karena pajaknya rendah, pajak di Indonesia juga bisa menyesuaikan dengan pajak di Singapura. Agar pendapatan negara tidak hilang, pemerintah bisa meningkatkan pajak pertambahan nilai.