EKBIS.CO, PURWOKERTO -- Pengamat pertanian Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Prof Dr Totok Agung DH, menyebutkan penyaluran raskin (beras bagi warga miskin) yang dilaksanakan selama ini, sebenarnya tidak semata-mata untuk membantu warga miskin. Namun lebih penting dari itu, adalah menjaga stabilitas harga beras.
Karena itu, bila pemerintah akan mengganti penyaluran beras dengan uang dalam bentuk e-money bagi warga miskin, pemerintah tetap harus bertanggung jawab dalam menjaga stabilitas harga beras. ''Pemerintah sudah menetapkan HPP (Harga Patokan Pemerintah). Sebagai konsekwensinya, pemerintah juga harus bertanggung jawab terhadap harga beras agar tidak anjlok di bawah HPP, dan juga melejit terlalu tinggi di atas HPP,'' jelas Totok Agung, Senin (17/11).
Dia mengakui, program raskin mestinya memang hanya bersifat sementara. Sama dengan BLT (Bantuan Langsung Tunai), program ini seharusnya hanya dilaksanakan pada masa-masa darurat dimana warga miskin sangat membutuhkan bantuan pemerintah. Namun setelah masa darurat terlewati, maka program ini harus dihapuskan.
Namun dalam perkembangannya kemudian, program raskin tidak hanya berfungsi sebagai program bantuan bagi warga miskin. Namun juga sebagai salah satu mekanisme untuk menjaga stabilitas harga beras.
Dalam hal ini, Bulog yang melaksanakan fungsi sebagai stabilisator harga beras, menyerap hasil panen raya petani sehingga harga tidak anjlok terlalu jauh di bawah HPP. Sedangkan pada saat paceklik, harga beras tidak melambung terlalu tinggi karena tetap ada pasokan beras ke masyarakat melalui program raskin.
''Dengan demikian, petani akan tetap akan mendapat jaminan mengenai stabilitas harga beras. Pada saat panen raya petani bisa tetap menjual berasnya dengan harga wajar, dan pada saat paceklik harga beras tidak melambung terlalu tinggi,'' jelasnya.
Untuk itu, bila program raskin akan diganti dengan pembagian uang, Totok berpendapat pemerintah tetap harus memperhatikan kepentingan petani dan juga masyarakat secara keseluruhan.
''Komoditi beras tidak bisa begitu saja dilepas pada mekanisme pasar. Jangan sampai harga beras anjlok karena akan menyengsarakan petani. Namun jangan sampai pula harga beras melejit, karena akan menyengsarakan masyarakat, terutama masyarakat miskin yang selama ini mendapat jatah raskin,'' jelasnya.
Untuk itu, Totok menyatakan, keberadaan lembaga yang melaksanakan fungsi stabilitas harga beras seperti yang selama ini sudah dilaksanakan Bulog tetap harus dipertahankan. ''Lembaga ini tetap harus melakukan fungsi penyerapan pada saat produksi beras petani berlebih, dan melepaskan beras ke pasar pada saat ketersediaan beras di pasar menurun,'' katanya.