Jumat 03 May 2024 07:11 WIB

Menteri Bahlil Ungkap Pemerintah Bakal Tambah Kepemilikan Saham di Freeport

Bahlil sebut smelter baru di Gresik akan beroperasi pada Mei.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Lida Puspaningtyas
Menteri Investasi dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM), Bahlil Lahadalia.
Foto: Antara/Laily Rahmawaty
Menteri Investasi dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM), Bahlil Lahadalia.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyampaikan rencana pemerintah menambah kepemilikan saham pada PT Freeport Indonesia (PTFI). Itu sekaligus memperpanjang kontrak Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) perusahaan hingga 2061. 

Bahlil mengatakan, pembelian saham pemerintah pada PTFI sejalan dengan kebijakan pemerintah guna membangun hilirisasi di Indonesia, khususnya pada ekosistem kendaraan listrik. Melalui kepemilikan saham yang lebih besar, pemerintah tidak hanya diuntungkan dengan besaran dividen tapi juga dapat mendukung kebijakan pemerintah dalam melakukan hilirisasi.

Baca Juga

"Sekarang Freeport sudah menjadi perusahaan milik pemerintah Indonesia, karena kita sudah mayoritas. Kita beli kurang lebih sekitar 4 miliar dolar AS, dan dari pendapatan itu, sekarang dividen 2024 itu sudah hampir lunas dengan pendapatan itu," tutur dia dalam keterangan resmi, Kamis (2/5/2024).

Bahlil juga menyebutkan, lewat kepemilikan saham mayoritas di PTFI, pemerintah juga dapat dengan lebih mudah menjalankan kebijakan hilirisasi, khususnya pada komoditas tembaga. Ia bercerita tentang bagaimana pembangunan smelter PTFI di Gresik yang akhirnya berjalan karena adanya dorongan kuat dari pemerintah.

"Sebesar 3 miliar dolar AS (untuk) bangun smelter di Gresik. Sekarang sudah jadi, bulan Mei (beroperasi) dan di situ kita sudah bisa produksi katoda tembaga. Dari 3 juta konsentrat yang dibawa dari Timika ke Gresik, itu menghasilkan 400 ribu ton katoda tembaga, 60 ton emas," tutur dia.

Dalam kesempatan tersebut, Bahlil juga mengatakan, perpanjangan kontrak PTFI tidak terlepas dari rencana perusahaan untuk memproduksi kawat tembaga. Kawat tembaga merupakan produk turunan tembaga yang bisa menghasilkan nilai 24 kali lipat. 

Bahlil menyebut, dengan memproduksi kawat tembaga, Indonesia akan semakin dekat dalam mewujudkan ekosistem industri kendaraan listrik dari hulu ke hilir di dalam negeri.

"Nah kalau tembaganya ada, itu kita bangun pabrik mobil. Copper Wire (kawat tembaga) itu bungkus untuk baterai, jadi kita bangun ekosistemnya semua di Indonesia. Supaya kita jadi negara produsen yang disegani dunia," tutur dia.

Selain bercerita tentang PTFI, Bahlil kembali menegaskan tentang arah kebijakan pemerintah terkait dengan hilirisasi. Menurutnya, negara harus mempunyai arah kebijakan yang jelas.

"Tujuan kita berbangsa dan bernegara ini apa? Menciptakan kesejahteraan. Itu salah satu tujuan kita. Lewat apa? Mengelola sumber daya alam. Pasal 33 UUD 45," jelasnya.

Bahlil pun mengingatkan agar Indonesia tidak mengulangi kesalahan yang sama dengan hanya mengeksploitasi komoditas mentah. Ia menyebutkan, Indonesia pernah mempunyai kekayaan minyak.

"Kita pernah masuk dalam OPEC (Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak Bumi). Sekarang kita tidak termasuk lagi ke dalam OPEC, kenapa? Karena konsumsi minyak kita per hari satu juta 500 barel per hari. Produksi kita hanya 625 ribu barel per hari. Impor kita 870 ribu barel per hari. Kita sekarang impor minyak," tutur dia.

Menurutnya hal ini terjadi karena salah kebijakan. Itulah kenapa pemerintah perlu mengubah arah kebijakan dengan membangun hilirisasi. Tujuannya untuk percepatan pertumbuhan ekonomi nasional dan menciptakan lapangan pekerjaan yang berkualitas menuju Indonesia setara dan sejahtera.

"Pada saat minyak kita banyak, kita tidak membangun hilirisasi? Apakah kita mempunyai refinery (pemurnian) yang cukup? Kita punya masa keemasan kayu. Kayu di Kalimantan, kayu di Papua, kayu di Maluku. Hebat-hebat semua. Tapi kita ekspor log (kayu gelondongan) semua," jelas Bahlil.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement