EKBIS.CO, JAKARTA--Aturan layanan keuangan tanpa kantor (branchless Banking) yang diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhir November lalu dinilai bisa jadi peluang dan tantangan sekaligus bagi bank-bank syariah.
Akademisi dan peneliti ekonomi syariah STEI SEBI, Azis Budi Setiawan melihat sudah banyak bank syariah yang sudah siap melakukan ekspansi dan penetrasi luas dengan murah dan cepat. Namun di sisi lain, kompetisi dengan bank konvensional akan semakin ketat.
''Bank konvensional akan melakukan hal yang sama dengan lebih cepat karena memiliki modal dan infrastruktur yang lebih baik. Sehingga kompetisi perebutan pasarnya juga semakin ketat,'' tutur Azis, Senin (1/12).
Bagi bank syariah yang sebagian besar masih BUKU I dan II, aturan ini jadi tantangan. Tapi bagaimanapun, bank syariah harus melihat peluang ini sebagai sarana memperluas dan memperbesar pangsa pasar serta erta memberikan layanan sesuai syariah ke masyarakat lebih luas.
Dalam aturan ini, OJK mensyaratkan bank yang akan membeli layanan keuangan tanpa kantor harus memiliki peringkat profil risiko yang baik, teknologi perbankan yang memadai, terutama mobile banking dan harus memiliki jaringan cabang di Indonesia Timur
Jenis layanan keuangan tanpa kantor yang disediakan adalah tabungan dengan karakteristik basic saving account (BSA) dan penyaluran pembiayaan kepada nasabah mikro dengan jangka waktu paling lama setahun dan maksimum plafon pembiayaan Rp 20 juta.
Kebijakan ini sangat positif untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap perbankan dan keuangan. Sebab selama ini akses masyarakat masih sekitar 30 persen.
''Selain jasa simpanan dan pembiayaan mikro dari perbankan, aturan ini akan membuka peluang besar juga basi asuransi mikro,'' ungkap Azis.
Sebab masyarakat dimungkinkan mendapat layanan keuangan lebih beragam melalui kerjasama antara lembaga jasa keuangan termasuk perusahaan asuransi atau perusahaan penerbit uang elektronik (e-money).