EKBIS.CO, JAKARTA -- Beberapa negara di kawasan Eropa menyatakan tertarik terhadap program bantuan beras untuk rakyat miskin (Raskin) yang dikembangkan pemerintah Indonesia.
Ketua Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Bayu Krinsamurthi menyatakan pemerintah Perancis dan kawasan Eropa dan Amerika, sedang mempelajari mekanisme program raskin untuk diterapkan di negaranya masing-masing.
Di Eropa, tambahnya, saat ini sedang bergejolak soal ketahanan pangan. Di Eropa Barat, 16 juta orang kelaparan. Di Amerika juga sedang dikaji tentang efektifitas stamp food atau kupon makanan semacam e-money yang saat ini tengah diwacanakan untuk diterapkan di Indonesia menggantikan raskin.
"Mereka melihat Raskin lebih efektif dalam menjaga ketahanan pangan masyarakat. Mereka heran, bagaimana Indonesia menjaga stabilitas pangan rakyatnya. Karena stamp food ternyata kurang efektif," paparnya dalam diskusi bertema "Stop Liberalisasi Beras" yang digelar Perhepi.
Oleh karena itu, Mantan Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) itu menilai, rencana penghapusan Raskin sebagai tindakan gegabah yang berisiko tinggi terhadap peningkatan jumlah masyarakat miskin dan mengancam ketahanan pangan masyarakat berpendapatan rendah.
Menurut dia, program Raskin merupakan jaring pengaman sosial (JPS) sehingga gejolak penghapusan Raskin tidak hanya berimbas pada inflasi, tetapi juga konflik di tengah masyarakat, karena penghapusan program itu memberi peluang bagi para spekulan untuk bermain.
Bayu menyatakan, yang paling berisiko merasakan imbas penghapusan raskin adalah masyarakat miskin dan para petani, karena selama ini Raskin menjadi instrumen negara untuk menjaga harga gabah petani agar tetap tinggi di pasaran, sekaligus menjaga harga beras agar tetap terjangkau di masyarakat.
"Saat ini kita hanya punya beras yang dikelola oleh Negara, dan menutup peluang spekulan untuk bermain. Kalau Raskin dihapus, fluktuasi harga bisa tinggi," katanya, Senin (15/12)