EKBIS.CO, JAKARTA - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan pemerintah belum bisa menjalankan salah satu rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas terkait penghapusan bahan bakar minyak (BBM) RON 88 atau premium. Paling cepat, rekomendasi tersebut baru bisa dijalankan pada 2016.
"Belum pada 2015 (penghapusan premium). Harus siap dulu penggantinya," singkat Bambang di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Senin (29/12).
Bambang tidak menjelaskan lebih detail alasan pemerintah enggan menghapus premium pada tahun depan. Namun sebelumnya, Bambang khawatir bahwa penghapusan premium akan menambah kuota impor pertamax mengingat kilang minyak milik PT. Pertamina (Persero) belum siap memproduksi pertamax dalam jumlah besar.
Tim Reformasi Tata Kelola Migas merekomendasikan penghapusan RON 88 atau premium karena BBM jenis ini sudah langka di pasaran. Untuk mendapatkannya, Pertamina harus membeli BBM RON 92 atau pertamax dan dicampur dengan bahan tertentu untuk menjadi RON 88. Biaya pencampuran ini diprediksi lebih mahal ketimbang langsung membeli BBM RON 92.
Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil menambahkan, pemerintah sebenarnya setuju dengan rekomendasi penghapusan premium. Akan tetapi, rekomendasi tersebut belum bisa dijalankan dalam waktu dekat atau dalam waktu enam bulan sesuai rekomendasi.
"Pertimbangannya adalah kesiapan kilang Pertamina. Harus diperbaiki supaya bisa memproduksi BBM dengan RON yang lebih tinggi. RON 88 masih kita butuhkan," ujar Sofyan.