EKBIS.CO, JAKARTA--Melihat berbagai capaian, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai pasar modal syariah menunjukkan perkembangan positif.
Deputi Direktur Direktorat Pasar Modal Syariah OJK, Muhammad Touriq, menjabarkan perkembangan pasar modal syariah kepada anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam Ijtima' Sanawi DPS X, beberapa waktu lalu.
Salah satunya adalah terus bertambahnya daftar perusahaan yang sudah memenuhi ketentuan syariah dari OJK dan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) yang dimuat dalam daftar efek syariah (DES) yang diterbitkan OJK sejak 2007.
Pada November 2014 lalu, sudah 335 saham perusahaan yang lulus kesesuaian syariah. Ini merefleksikan 60,4 persen saham yang ada di bursa. Dari tahun ke tahun jumlah perusahaan meningkat termasuk dengan emiten-emiten baru.
Patokan saham syariah di bursa saat ini ada di Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) yang sudah ada pada 2011. Performa ISSI dinilai Touriq juga cukup kompetitif.
Ada pula 30 saham syariah paling likuid yang dikumpulkan dalam Jakarta Islamic Index (JII) yang sudah ada sejak 2000. JII setara dengan LQ45 dengan performa yang bahkan lebih baik.
Meski marketshare-nya memang masih kecil 3,25 persen dan seri penerbitannya belum mencapai 10 persen dengan nilai total Rp 12,7 triliun, sukuk korporasi juga berkembang baik. Tercatat sukuk outstanding ada 36 seri senilai Rp 7,39 triliun termasuk lima seri yang terbit di 2014 senilai Rp 790 miliar dan tujuh sukuk jatuh tempo senilai Rp 7,3 triliun.
''OJK terus mendorong perusahaan-perusahaan, termasuk badan usaha milik negara (BUMN) untuk melakukan pembiayaan melalui sukuk,'' kata Touriq.
Negara juga cukup agresif menerbitkan sukuk negara. Saat ini sudah ada 42 seri senilai Rp 205,49 triliun. Jika dibandingkan total kepemilikan SUN, sukuk sudah hampir 10 persen. OJK mendorong Kemenkeu untuk menerbitkan lebih banyak sukuk.
Dari segi kepemilikan surat berharga, proporsi asing masih signifikan. Satu sisi ini bernilai positif karena Indonesia dipercaya asing.
Tapi satu sisi lain juga harus diwaspadai karena besarnya investor asing bisa jadi membalikkan keadaan. ''Jika terjadi sesuatu dengan ekonomi Indonesia, investor asing bisa dengan mudah menarik dananya yang justru mengganggu kestabilan ekonomi,'' ungkap Touriq.