EKBIS.CO, JAKARTA -- Beragam upaya dilakukan pemerintah dalam mengendalikan harga beras di pasaran. Salah satunya dengan melakukan operasi pasar, membentuk satuan tugas distribusi beras, serta menggandeng koperasi pasar dalam penyalurannya. Dalam pelaksanaannya, pemerintah mesti melakukannya dengan cooling down. Jangan menambah kekisruhan dengan menggulirkan pernyataan sensitif seperti menyebut "mafia beras" di tengah situasi pasar yang sensitif.
"Dalam teorinya ada yang disebut pengaruh ekspektasi, begitu pelaku, konsumen dan pedagang khawatir harga naik, itu harga bakal naik betulan," kata Pakar Ekonomi Pertanian Prof Bustanul Arifin kepada Republika Online pada Ahad (22/2).
Menurutnya, ketimbang saling ngotot-ngototan soal siapa yang benar dan salah, alangkah lebih baik jika dibuka dialog dengan kepala dingin antara pemerintah dan pedagang. Saling menyalahkan malah akan membuat harga beras di pasar semakin liar. "Toh semua manusia, bisa diajak bicara," tambahnya. Rencana untuk menggandeng pihak koperasi pun, kata dia, harus dipastikan koperasi pedagang tersebutbetul-betul bisa diajak bekerja sama.
Penyebab kenaikan harga beras, lanjut dia, disebabkan masalah yang kompleks dari mulai urusan produksi sampai keterkaitannya dengan penyaluran beras untuk masyarakat miskin (raskin). Situasi tersebut juga bisa jadi disebabkan keterlambatan operasi pasar atau ketidaktepatan penyaluran. Apakah ada mafia atau spekulan, lanjut dia, itu pun bisa menjadi penyebab meski bukan yang utama.
Kenaikan harga beras juga berkaitan erat dengan penghentian penyaluran raskin pada November-Desember 2014 lalu di mana raskin diganti dengan BLSM. Kemudian pada Januari ada penyaluran namun beras diambil dari cadangan beras pemerintah (CBP). Akibatnya, cadangan berkurang sementara masyarakat miskin yang tidak menerima raskin beralih ke pasar untuk mendapatkan beras. "Permintaan naik, pasokan terbatas, harga otomatis naik," katanya.
Harga beras naik 10-15 persen di situasi paceklik seperti sekarang ini merupakan hal yang wajar. Sebab permintaan tinggi dan persediaan terbatas. Meskipun pemerintah menyebut pasokan beras Bulog cukup, kemungkinan ketika pelaksanaannya yang dikemas 5 kg menyebabkan beras digunakan untuk dijual lagi dengan harga tinggi. Akibatnya, pasokan beras yang beredar di pasar pun berkurang.
Bustanul yang juga merupakan Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) itu pun menekankan agar pemerintah konsisten mengawal penyaluran beras dalam operasi pasar, menyalurkan raskin tepat waktu serta menenangkan pasar dengan bekerja sama dan merangkul pedagang. "Kalau ada pelanggaran tangkap saja, tidak perlu gembar-gembor berlebihan," ujarnya.
Ia pun memperkirakan harga akan stabil seiring panen raya pada Maret mendatang. Harga beras pun diharapkan tidak akan turun melebihi 10 persen. Pasalnya, harga jual yang terlalu rendah akan merugikan petani.