EKBIS.CO, JAKARTA -- Perkembangan industri modal ventura di Indonesia sangat jauh tertinggal dibanding industri keuangan lainnya. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan, industri modal ventura ini memang membutuhkan investor-investor yang berhati malaikat.
Kepala Eksekutif Lembaga Keuangan Non Bank OJK Firdaus Djaelani menjelaskan, industri modal ventura yang telah berdiri sejak tahun 1973 ini sulit berkembang karena kekurangan modal. Tidak banyak investor yang mau menanamkam modal ke perusahaan modal ventura (PMV).
"Butuh investor berhati malaikat yang tidak semata ingin mendapat keuntungan jangka pendek, tapi juga mempunya tekad mendorong pertumbuhan ekonomi," kata Firdaus di Jakarta, Senin (27/4).
Dia menjelaskan, PMV cukup sulit untuk meminjam modal ke bank. Pasalnya, bank sangat selektif melihat tingkat imbal hasil. Makanya, kebanyakan PMV mencari modal untuk menyalurkan pembiayaan kepada orang-orang agar bisa mendirikan usaha dengan menerbitkan surat utang.
Firdaus menambahkan, industri modal ventura ini juga mulai kehilangan arah. Industri yang tadinya bertujuan menciptakan wirausaha dengan penyertaan modal dan jangka pengembalian yang lama, kini skema pembiayannya lebih mengarah ke kredit seperti perbankan.
"Mereka memberikan kredit, bahkan dalam jangka waktu yang pendek. Bagaimana bisa lahir enterpreneur baru kalau seperti ini?" ucap Firdaus.
Total aset industri modal ventura pada tahun 2014 tumbuh 9,10 persen menjadi Rp 9,88 triliun dari Rp 8,24 triliun pada 2013. Meski begitu, pangsa pasar industri modal ventura masih kecil dibandingkan industri keunagan non-bank (IKNB) lainnya. Total pangsa pasar industri modal ventura terhadap INKB hanya 0,67 persen dari total seluruh aset IKNB yang sebesar Rp 1.351 triliun.
Industri modal ventura perlu direvitalisasi karena telah bergeser dari tujuan awal untuk pengembangan sektor UMKM dengan cara penyertaan modal. Buktinya, hampir 70 persen dari aset keuangan perusahaan modal ventura merupakan aset pembiayaan berdasarkan bagi hasil melalui pinjaman langsung. Sedangkan aset dalam bentuk penyertaan tidak lebih dari 20 persen.