EKBIS.CO, JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said menyatakan keinginannya untuk membawa kembali Indonesia bergabung dengan Organisasi Negara Eksportir Minyak atau OPEC. Sudirman menilai Indonesia akan mendapat banyak sisi positif bila mau bergabung lagi dengan organisasi bergengsi ini.
Senada dengan Sudirman, mantan Gubernur OPEC untuk Indonesia Maizar Rahman menyebut bahwa bagaimanapun Indonesia masih membutuhkan OPEC untuk bisa melakukan diplomasi energi. Maizar menilai bahwa dalam melakukan perdagangan minyak, pun Indonesia sebagai importir, dibutuhkan diplomasi energi.
Diplomasi energi ini, lanjut Maizar, akan bisa dilakukan dengan lebih baik bila Indonesia memiliki posisi di OPEC dan dekat dengan negara anggotanya. "OPEC itu bentuk diplomasi energi, ekonomi, dan politik. Kalau diplomasi energi, kita kan sudah importir minyak. Dan dalam beberapa waktu ke depan kita akan jadi importir minyak terbesar. Dan untuk bisa impor minyak tidak cukup hanya dengan pendekatan bisnis. Butuh pendekatan diplomasi energi tadi," jelas Maizar, Kamis (7/5).
Maizar mengatakan, bila Indonesia nanti bergabung lagi ke dalam OPEC hanya sebagai observer, hal itu sudah cukup memberikan dampak positif bagi Indonesia. Dengan menjadi observer atau pengamat, Indonesia akan mendapat kesempatan untuk diundang dalam forum minyak dunia bersama para pemain utama dalam perdagangan minyak. Dengan begitu, kata Maizar, bisa menambah kedudukan Indonesia dalam perdagangan minyak dunia.
"Yang penting kita bisa ikut komunikasi informal dengan anggota OPEC. Dengan jadi observer, kita bisa ikut event yang ada. Dan bisa sekalian komunikasi. Tidak perlu datang dari satu negara ke negara lain. Dalam forum itu, Indonesia bisa sekalian bersuara," ujar Maizar.
Menjadi observer, lanjut Maizar, sebetulnya pernah dilakukan Indonesia pada 2009 lalu. Dan untuk bergabung lagi, Indonesia akan sangat mudah diterima oleh OPEC.
Perlu diketahui, Indonesia bergabung dengan OPEC pada 1962 silam. Indonesia sempat berjaya di OPEC dengan produksi minyak di era 80 an mencapai 1,8 juta barel per hari. Indonesia "keluar" dari OPEC pada 2008 lalu saat tidak bisa lagi memenuhi target produksi dan menjadi nett importir minyak.