EKBIS.CO, JAKARTA – Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani menyatakan ada tiga hal concern dari investor Korea Selatan untuk industri padat karya, yang perlu diperhatikan oleh pemerintah.
Ketiga hal tersebut adalah kebijakan tentang mekanisme penentuan upah, jaminan keamanan, dan kepastian hukum, dimana pemerintah konsisten dalam menjalankan aturan.
Menurut Franky, apabila ketiga hal tersebut dapat dipenuhi oleh pemerintah, dia yakin investasi Korea Selatan di bidang padat karya akan semakin banyak yang masuk ke Indonesia. Hal itu merupakan kesimpulan hasil kunjungan kerja Franky ke Korea Selatan pada 6-8 Mei 2015.
"Dalam Investor Forum yang diorganisir BKPM bersama KBRI Seoul, investor Korea Selatan meminta pemerintah Indonesia lebih memperhatikan tiga hal yang cukup sensitif bagi investor, terutama di bidang padat karya. Dalam pertemuan tersebut juga diperoleh komitmen investasi sektor garmen di Jawa Tengah yang menyerap tenaga kerja sebanyak 4.000 orang," jelas Franky dalam siaran pers, Senin (11/5).
Franky menambahkan, BKPM memang memberikan perhatian khusus untuk menarik investasi sektor padat karya, karena angka pengangguran yang cukup tinggi.
Menurut data BPS, per Agustus 2014 terdapat 7,24 Juta orang yang dikategorikan pengangguran terbuka, 9,68 juta orang yang masuk kategori setengah penganggur, dan 26,09 juta orang yang bekerja paruh waktu.
Sementara itu, pemerintah Jokowi-JK menargetkan adanya penciptaan lapangan kerja 2 juta per tahun atau 10 juta selama periode 2015-2019.
"Mau tidak mau, investasi bidang padat karya harus ditingkatkan, karena elastisitas tenaga kerja kita menurun menjadi 160 ribu tenaga kerja per 1 persen pertumbuhan pada tahun 2014, dari 450 ribu tenaga kerja per 1 persen pertumbuhan pada tahun 2004. Tanpa adanya perkembangan investasi padat karya sangat sulit untuk mengatasi persoalan pengangguran," imbuh Franky.
Korea Selatan merupakan salah satu negara yang paling banyak menanamkan modalnya di Indonesia. Sepanjang 2010-Maret 2015 realisasi investasi Korea Selatan di Indonesia mencapai 7,46 miliar dolar AS dan menempati peringkat keempat setelah Singapura, Jepang dan Amerika Serikat.