EKBIS.CO, SUKOHARJO -- Ekspansi pabrikan garmen membangun pabrik serat rayon menjadi solusi menekan impor. Selain itu, struktur industri makin kuat karena kebutuhan bahan baku dapat dipenuhi dari dalam negeri.
"Mereka agresif masuk ke rayon dan ini bentuk pasti upaya mengurangi impor. Bukan hanya menghemat devisa tapi juga membuat kita mandiri," kata Menteri Perindustrian Saleh Husin saat mengunjungi proyek pembangunan pabrik PT Rayon Utama Makmur (RUM) di Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis sore (11/7/2015).
RUM merupakan anak perusahaan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) yang berlokasi di Plesan, Nguter, Sukoharjo, sekitar 15 km dari Kota Surakarta. Serat rayon (kapas sintetik) ini untuk memasok kebutuhan lini bisnis utama Sritex yaitu garmen.
Menurut Menperin, produksi rayon melengkapi alur industri garmen dari hulu ke hilir. Apalagi, Sritex bakal memiliki perkebunan eucalyptus sendiri di Kalimantan sebagai bahan baku pulp yang selanjutnya diolah menjadi rayon.
Presiden Direktur Sritex, Iwan Setiawan Lukminto mengatakan, perusahaannya mengincar peningkatan kapasitas produksi garmen sekaligus memasok bahan baku sendiri. Selama ini, Sritex harus mengimpor sekitar 50-60 persen kebutuhan rayon.
"Tujuan yang lebih luas, pabrik ini demi ketahanan sandang kita. Secara bertahap, kita kurangi ketergantungan dari luar negeri," ujarnya pada kesempatan yang sama.
Sritex membangun dua unit pabrik rayon di lahan seluas 60 hektare. Unit pertama yang berkapasitas 80 ribu ton per tahun ditargetkan rampung pada Desember 2015 dan selanjutnya akan disusul pembangunan unit kedua.
Total kapasitas mencapai 120 ribu ton per tahun. Investasi yang disiapkan Sritex sebesar USD 300 juta.
Serat rayon merupakan bahan baku benang dan dikirim ke pabrik garmen Sritex yang berjarak sekitar 5 km dari pabrik rayon. Sritex telah kondang mampu memroduksi seragam militer untuk pasukan elit Indonesia, negara-negara Eropa hingga pasukan NATO.