EKBIS.CO, JAKARTA -- Dalam satu hari PT Pertamina (Persero) membutuhkan 500 juta dolar AS atau sekitar Rp 6,5 triliun per hari untuk impor minyak dan bahan bakar minyak (BBM).
"Jadi pertama, kilang minyak kapasitas maksimum 850.000 barel per hari, tetapi karena kenaikan demand tadi perlu kita antisipasi kekurangan dari impor," kata Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto di Jakarta, Sabtu (20/6).
Ia menambahkan, kebutuhan dolar sebanyak itu digunakan untuk impor BBM dan minyak mentah sekitar 750 ribu barel per hari. "Kalau kebutuhan BBM nasional kan 1,6 juta barel per hari, produksi BBM dari kilang 850 ribu, jadi yang kita impor 750 ribu barel per hari," ucap Dwi.
Jelang Lebaran, kebutuhan BBM menurut Dwi akan meningkat. Artinya, Pertamina membutuhkan lebih banyak pengeluaran. "Puasa dan lebaran ini, kebutuhan premium naik 18 persen, solar 11 persen, dan avtur 10 persen. Artinya dolar naik 10-15 persen," kata Dwi.
Direktur Task Force Program Pendalaman Pasar Keuangan BI Nanang Hendarsah mengatakan, pasokan valas yang ada sudah bisa memenuhi kebutuhan dolar AS Pertamina. Saat ini, rata-rata permintaan dolar AS Pertamina di pasar spot mencapai 150 juta dolar AS per hari.
"Wah tidak sebesar itu (500 juta dolar AS). Pertamina masuk ke spot sekitar 100-150 juta dolar AS per hari. Dengan isi tanda tangannya kesepakatan hedging dengan tiga Bank BUMN (Forex Line) mudah-mudahan sebagian kecil sudah masuk ke transaksiforward," kata Nanang menjelaskan.
Nanang menjelaskan, kebutuhan dolar AS Pertamina termasuk besar. Namun, sejauh ini sudah dapat dipenuhi dari supply valas dari eksportir dan capital inflows. Dia menyebutkan, rata-rata pasokan valas dari domestik mencapai 22 miliar dolar AS per bulan, permintaan valas dari domestik 23,7 miliar dolar AS per bulan. Ekses demand sekitar 1,7 miliar dolar AS dipenuhi atau dipasok dari capital inflows.
Karenanya, kata dia, penting untuk menjaga sustainabilitas capital inflows karena akan memenuhi ekses demand valas domestik.Saat ini, supply valas yang bersumber daricapital inflows mencapai 1,4 miliar dolar AS per bulan. Inflows tersebut sebagian besar ke Surat Berharga Negara dan saham.
"Oleh karena itu, penting sekali untuk menjaga kepercayaan investor asing, karena mereka yang men-supply valas di domestik. Namun, investor asing ini peka terhadap terjadinya 'risk on dan risk off' di pasar keuangan global, sehingga sering berpengaruh ke pasar keuangan kita," jelas Nanang.
Namun, kata dia, sepanjang investor asing memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap kualitas pengelolaan kebijakan makro (moneter dan fiskal) Indonesia, investor asing terutama yang jangka panjang atau sering disebut 'real money investors' akan tetap bertahan di Indonesia.
"Sangat penting untuk menempuh kebijakan moneter yang prudent dan konsisten. Inkosistensi dalam kebijakan moneter akan menurunkan kepercayaan asing. Dalam konteks ini BI sudah menunjukkan kebijakan moneter yang konsisten dan prudent," imbuhnya.