EKBIS.CO, JAKARTA -- Urusan pengelolaan kotoran manusia alias tinja kerap dipandang remeh oleh masyarakat maupun kalangan pemerintah. Padahal, karena tidak dikelola dengan baik dan sehat, ia telah menimbulkan kerugian negara hingga Rp 56 triliun per tahun.
"Kerugian itu karena menimbulkan pencemaran air, kita tidak dapat air bersih serta mengundang penyakit," kata Direktur Pengembangan Penyehatan Lingkunhan Permukiman Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera) Dodi Krispratmadi pada Selasa (11/8).
Salah satu contoh yakni wilayah DKI Jakarta. Meskipun telah memenuhi akses pelayanan sanitasi hingga 90 persen, namun yang baru memenuhi syarat pengelolaan limbah sehat baru 14 persen saja. Sisanya, limbah dibuang ke sungai dan saluran drainase. Inilah yang menjadi awal krisis air dan penyakit di masyarakat.
Upaya serius bekerja sama dengan pemerintah daerah dan masyarakat komunitas pun perlu terus dibangun agar kerugian tercegah. Salah satunya dilakukan dengan menerapkan Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (LLTT). Ia bahkan yelah didukung sejumlah regulasi di antaranya Peraturan Menteri PU no 14/2010 yang diperbaharui dengan Permen 1/2014 tentang pelayanan air limbah. Ada pula UU lingkungan hidup yang mengatur agar masyarakat tidak membuang limbah sembarangan.
Selama ini Kemenpupera mengaku terus mendukung penerapan LLTT secara menyeluruh di semua wilayah tanah air. Tidak sekadar mengatur jadwal kuras septic tank, tapi juga mengatur penentuan tarif, regulasi, serta bimbingan teknis pelaksanaan LLTT terhadap pemerintah kabupaten kota.