EKBIS.CO, OLEH DEDY DARMAWAN NASUTION
Hasil pertemuan Presidensi G20 Indonesia yang dihelat November 2022 lalu ikut mengamanatkan kepada komunitas internasional untuk merealisasikan ekonomi hijau. Itu sebagai respons arah pembangunan masa depan yang harus mengarah kepada ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Isu krisis iklim dan energi global yang hari-hari ini santer diberitakan memang membuat waswas. Namun di satu sisi, menciptakan peluang baru bagi dunia usaha tanpa lupa berkontribusi bagi lingkungan. Baik itu bagi swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Industri sebagai salah satu dari banyak kegiatan ekonomi pun tak luput dari isu ekonomi hijau. Sebab, industrialisasi membutuhkan langkah efisiensi energi dengan penggunaan energi bersih, hingga manajemen mutakhir dalam pengelolaan limbah.
Fourry Handoko dalam Green Industrial System: Pendekatan Baru dalam Meningkatkan Daya Saing (2020) bahkan menyebut, entitas bisnis di negara berkembang seperti Indonesia kian tertekan dalam menghadapi lingkungan eksternal yang makin kompleks imbas perubahan paradigma tentang lingkungan hijau.
Sebab dahulu pelaku bisnis hanya fokus pada urusan finansial. Padahal, bila konsisten pada konsep Green itu sendiri, mampu memberi dampak pada efisiensi yang dapat menekan cost dan mendongkrak benefit.
Presiden Joko Widodo dalam Saratoga Investment Summit 2023, beberapa waktu lalu secara gamblang menyatakan, Indonesia mendapatkan kepercayaan usai pertemuan G20 untuk merebut peluang investasi hijau dan menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan.
Seperti misalnya, pengembangan ekosistem industri mobil listrik, energi baru terbarukan (EBT), dan yang tak kalah penting kawasan industri hijau. Presiden lantas membuka pintu lebar-lebar mengundang para investor untuk tak ragu menanamkan investasi di Tanah Air. Karena cepat atau lambat, sistem pengelolaan industri yang berkelanjutan dibutuhkan.
Pandemi Covid-19, kata Presiden, memberi banyak pelajaran untuk selalu bisa beradaptasi dan bertransformasi mengoptimalkan teknologi untuk mendorong inovasi.
"Indonesia akan terus mendorong dan terbuka pada investasi yang meningkatkan nilai tambah, ramah lingkungan, berkelanjutan, dan inklusif," kata Presiden.
Sementara itu, Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI), Sanny Iskandar, menegaskan, transisi energi bersih dan ekonomi sirkular menjadi satu dari tiga tren utama kawasan industri di Indonesia ke depan. Selain tren transformasi digital dan industri berteknologi tinggi.
Transisi energi jelas diperlukan demi keberlanjutan lingkungan dan efisiensi energi. Sementara ekonomi sirkular dimaksudkan agar produk sampingan atau limbah bisa dimanfaatkan oleh satu industri ke industri lain dalam satu kawasan sehingga siklus suatu produk atau bahan baku dapat lebih panjang.
Sejauh ini, HKI mencatat baru terdapat tiga kawasan industri yang menjadi percontohan transisi energi dan sirkular ekonomi. Yakni, Karawang International Industrial City (KIIC), MM 2100 Cibitung, serta Batamindo Industrial Park.
"Memang, ini tidak mudah tetapi paling tidak kita harapkan setiap tahun ada peningkatan antara 10 persen sampai 20 persen," ujar Sanny dalam konferensi pers di Jakarta, pekan lalu.
Peluang besar bagi BUMN, sebagai perusahaan pelat merah untuk ikut memanfaatkan peluang dalam tren ekonomi hijau ke depan. Bukan tanpa sebab, Sanny megatakan, kawasan industri hijau sudah menjadi tuntutan dari tren dunia. Termasuk mereka para konsumen yang berhubungan langsung dengan industri mulai mensyaratkan adanya sistem berkelanjutan yang ramah lingkungan.
Tak hanya itu, United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) turut mendorong penerapan sirkular ekonomi di kawasan industri. Meski sirkular ekonomi memiliki banyak konsep, UNIDO menegaskan semuanya menggambarkan cara baru untuk menciptakan nilai yang ujungnya menciptakan kemakmuran.
Enam kawasan industri yang tergabung dalam sub-holding Danareksa memiliki peluang emas mentransformasi ekonomi hijau di Indonesia dengan green industrial zones. Terlebih, holding multisektor yang baru dibentuk 2022 lalu itu ditugasi pemerintah menjadi perusanaan spesialis transformasi level global.
Adapun enam sub-holding itu di antaranya PT Kawasan Industri Medan, PT Jakarta Industrial Estate Pulogadung, PT Kawasan Berikat Nusantara, PT Kawasan Industri Makassar, PT Surabaya Industrial Estate Rungkut, serta PT Kawasan Industri Wijayakusuma.
Direktur Investasi Danareksa, Chris Soemijantoro, kepada Republika.co.id, menjelaskan, transformasi ke arah kawasan industri hijau perlu dilakukan berdasarkan prinsip environmental, social, and governance (ESG) yang berkelanjutan.
Sebab, itu sejalan dengan komitmen perusahaan terhadap kelestarian lingkungan. Ia meyakini, transformasi itu tak hanya berdampak positif bagi perusahaan, namun juga masyarakat sekitar. “Ini saatnya kita menjadi bagian dari transformasi dalam upaya pembangunan kawasan industri hijau yang mampu meningkatkan daya saing dan menangkap peluang investasi di Indonesia,” ujarnya.
Diketahui, sejak enam bulan lalu, perseroan juga telah memulai langkah untuk mulai membahas implementasi kawasan industri hijau dimulai dari pengelolaan limbah yang berkelanjutan.
Melalui pernyataan resminya, Chris menegaskan, penting bagi seluruh anggota klaster kawasan industri untuk mulai mengidentifikasi jenis limbah industri yang dihasilkan. Itu sebagai langkah menjawab tantangan kawasan industri terhadap tuntutan ekonomi hijau.
Setelah teridentifikasi dengan baik, diperlukan penyiapan fasilitas infrastruktur untuk bisa merealisasikan prinsip ekonomi sirkular. Seluruh anggota sub-holding industri wajib berkolaborasi dalam menyelesaikan persoalan limbah.
Regulasi pengelolaan limbah pada kawasan industri telah diatur nmelalui Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan dan Perlindungan Lingkungan Hidup.
Chris pun menegaskan, pengelolaan limbah wajib berorientasi kepada paradigma bahwa itu merupakan sumber daya yang bisa dikelola menjadi produk inovatif. "Sehingga, dapat memberikan nilai tambah bagi kawasan industri sebagai green industrial zones," kata Chris.