EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah diminta menjelaskan langsung kepada publik rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia.
Pemerintah tidak cukup menggunakan strategi kehumasan yang menggunakan anggaran APBN untuk memaksakan penerimaan PLTN di masyarakat.
"Masyarakat perlu mendapatkan penjelasan yang faktual, akurat, dan berimbang tentang resiko-resiko teknologi PLTN, kesempatan untuk menyatakan pendapat dan pandangan terkait dengan penerimaan PLTN, dan dialog yang berbasis pada kaidah keilmuan (scientific) sebelum pemerintah memutuskan go or not go nuclear," ujar Guru Besar Teknik Energi UKI, Atmonobudi Soebagio, dalam keterangan pers kepada Republika.
Atmonobudi mengkritik praktik-praktik Kementerian ESDM dan BATAN yang mengedepankan cara-cara kehumasan melalui media massa untuk menyampaikan pesan bahwa pemerintah siap membangun PLTN dan masyarakat telah setuju.
"Padahal, selama ini tidak ada proses yang terbuka dan transparan dalam menjaring pendapat dan pandangan publik tetapi pemerintah seakan-akan sudah membuat keputusan membangun teknologi yang beresiko besar ini," katanya.
Dirinya juga mengingatkan bahwa sesuai PP No 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, PLTN adalah pilihan terakhir. Hal ini bisa diinterpretasikan bahwa pemerintah harus mengerahkan seluruh upaya untuk memanfaatkan potensi energi fossil dan energi terbarukan yang pesat, khususnya sebelum membangun PLTN.
"Perkembangan teknologi energi terbarukan yang pesat, khususnya teknologi solar cell, biofuel, dan teknologi berbasis energi laut, akan membuat teknologi PLTN yang saat ini ada menjadi pilihan yang semakin tidak kompetitif di masa depan," jelasnya.