Kamis 20 Aug 2015 23:41 WIB

Menkeu: Kita tak Ikut-ikutan Melemahkan Mata Uang

Rep: Satria Kartika Yudha/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Sejumlah tukang becak membawa spanduk bertuliskan Save Rupiah di Pasar Gede, Solo, Jawa Tengah, Kamis (12/3).  (Antara/Yusuf Nugroho)
Sejumlah tukang becak membawa spanduk bertuliskan Save Rupiah di Pasar Gede, Solo, Jawa Tengah, Kamis (12/3). (Antara/Yusuf Nugroho)

EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menegaskan pemerintah tidak ikut-ikutan melakukan pelemahan mata uang seperti yang dilakukan Cina dan Vietnam. Bambang menegaskan, pelemahan rupiah yang terjadi saat ini murni karena tekanan eksternal.

"Tidak ada yang disengaja (rupiah melemah). Kita mengikuti mekanisme yang ada saat ini. Saya tidak suka kalau ada yang nyeloteh rupiah sengaja dilemahkan," kata Bambang di Gedung DPR RI, Kamis (20/8).

Bambang mengatakan perang mata uang yang terjadi saat ini memang sangat tidak bagus bagi Indonesia. Rupiah, kata Bambang, jadi sangat susah untuk menguat. Kalaupun rupiah menguat, hal tersebut akan mempengaruhi daya saing produk Indonesia karena mata uang banyak negara mengalami pelemahan.

Bambang menegaskan, nilai tukar rupiah yang sekarang melemah di kisaran Rp 13.850 per dolar AS terjadi karena adanya spekulasi jelang kenaikan suku bunga Amerika Serikat serta perang devaluasi mata uang.

"Rupiah melemah bukan karena isu fundamental. Ini benar-benar isu global. Keseimbangan terganggu gara-dara devaluasi yuan," ujar dia.

Bambang tidak menutup kemungkinan asumsi nilai tukar rupiah dalam RAPBN 2016 dibuat lebih melemah. Dalam draf RAPBN 2016, asumsi nilai tukar ditetapkan Rp 13.400 per dolar AS.

Penetapan asumsi kurs tersebut mendapat kritik keras oleh DPR dalam rapat paripurna pandangan fraksi RAPBN 2016.  DPR menganggap asumsi nilai tukar tersebut tidak realistis mengingat saat ini saja rupiah sudah berada di level Rp 13.850 per dolar AS.

"Asumsi rupiah masih bisa direvisi. Karena itu memang belum final," kata Bambang.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement