EKBIS.CO, JAKARTA -- Berdasarkan data Bank Indonesia, utang luar negeri (ULN) Indonesia per triwulan II 2015 mencapai 304,3 miliar dolar AS. ULN didominasi sektor swasta sebesar 169,7 miliar dolar AS atau 55,8 persen dari total ULN. Sedangkan ULN sektor publik tercatat 134,6 miliar dolar AS atau 44,2 persen dari total ULN.
Jika dibandingkan pada 2008, terjadi kenaikan hampir dua kali lipat. Pada 2008, ULN tercatat 155,8 miliar dolar AS. David mengatakan, lonjakan ULN terjadi karena melakukan pinjaman di luar negeri khususnya dalam bentuk dolar AS memang lebih murah bunganya. Ini terjadi lantaran suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (the Fed) mendekati nol persen sejak 2008.
Menurut David, yang perlu jadi perhatian saat ini bukanlah kemampuan swasta membayar utang, tapi efek utang swasta terhadap nilai tukar rupiah. Pasalnya, Indonesia belum memiliki peraturan yang mewajibkan devisa hasil ekspor harus disimpan di dalam negeri.
Dengan tidak adanya peraturan itu, maka ada banyak perusahaan yang devisa hasil ekspornya disimpan di luar negeri seperti di Singapura. Tapi, kalau saat ingin membayar utang, perusahaan tersebut mencari dolarnya di dalam negeri.
"Dolar yang mereka dapat disimpan di luar negeri. Saat mau membayar, mereka mencari dolarnya di dalam negeri. Itu yang membuat short supply sehingga menekan rupiah," ujarnya.