EKBIS.CO, JAKARTA -- Rasio pembiayaan bermasalah (NPF) perbankan syariah yang menyentuh 4,76 persen per Mei 2015 dinilai tidak mencerminkan kondisi sesungguhnya. Saat pembiayaan sudah kembali tumbuh, NPF diyakini bisa turun.
Direktur Penelitian, Pengembangan, Pengaturan, dan Perizinan Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dhani Gunawan Idat mengatakan NPF perbankan syariah terlihat naik karena pembiayaan tumbuh sangat pelan.
Saat pembiayaan sudah kembali meningkat signifikan, NPF akan turun. Dilihat dari statistik, NPF perbankan syariah bisa di kisaran tiga persen. "Kondisi saat ini tidak mencerminkan kondisi perbankan syariah yang sesungguhnya. Kalau pembiayaan tumbuh 25-30 persen, NPF bisa turun," kata Dhani.
Paket-paket kebijakan seperti relaksasi FTV, ATMR, dan restrukturisasi diharapkan bisa membantu perbankan menghadapi ekonomi saat ini. Kalau ekonomi sudah pulih, stimulus akan dicabut. Karena itu stimulus dibatasi dua tahun.
Selama tidak melampaui lima persen, NPF perbankan masih terjaga. OJK berusaha menjaga dan mengawasi agar NPF tidak terdorong. Dengan stimulis restrukturisasi misalnya, nasabah akan kesulitan jika itu tidak diberikan. Maka kebijakan ini sesuai dengan kondisi ekonomi.
Bisnis perbankan syariah bisa tumbuh 20 persen saja tahun ini dinilai sudah baik. Dhani menilai turunnya pembiayaan karena permintaan masyarakat turun. "Bank-bank syariah tentu ingin permbiayaan sampai target, tapi permintaan masyarakat menurun," kata Dhani.
OJK tentu meminta mitigasi risiko dan restrukturisasi yang lebih baik dan terkendali dapat dilakukan oleh perbankan syariah. Secara agregat, CAR perbankan syariah masih 13 persen dan tidak terkoreksi. PPAP masih oke. Kalau pembiayaan tumbuh dan NPF di atas 5 persen, itu pasti PPAP akan besar. Kalau masih di bawah lima persen, masih terkendali.
Dari data OJK, NPF cenderung naik dari 4,02 persen pad Mei 2014 menjadi 4,76 persen pada Mei 2015. Juga CAR yang tergerusa dari 16,85 persen pada Mei 2014 menjadi 14,29 persen pada Mei 2015.