EKBIS.CO, PADANG -- Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan jumlah penduduk miskin di Indonesia bertambah. Kepala Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) Asnawi Bahar menilai, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) menjadi biang peningkatan jumlah penduduk miskin.
"Kenapa angka kemiskinan naik, karena harga BBM itu. Komponen kehidupan naik, membuat (warga yang bersatatus) mendekati miskin menjadi miskin," kata Asnawi, Rabu (16/9).
Ia menjelaskan, kenaikan harga BBM berakibat terhadap melambungnya biaya kebutuhan serta barang-barang lainnya. Apalagi, ujar Asnawi, kenaikan harga BBM saat itu diikuti dengan kenaikan tarif dasar listrik (TDL), walapun saat ini tarif tersebut sudah turun.
Selain itu, menurutnya, program-program yang dijalankan pemerintah tidak bisa dirasakan dampaknya secara instan. Program tersebut, memakan waktu lama, serta membutuhkan penyesuaian di banyak sektor.
Sementara itu, ia meyakini, program-program seperti BPJS, Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar dan yang lainnya, masih banyak menimbulkan permasalahan. Justru, menurutnya, program tersebut menimbulkan dampak biaya tinggi bagi masyarakat, sebab biaya hidup naik.
Menurutnya, harus ada revolusi menyeluruh yang dilakukan pemerintah. Saat ini, kata Asnawi, pemerintah tidak bisa menyelamatkan jumlah penduduk miskin di Indonesia yang bertambah. Karena ada pengaruh dari ekonomi global.
"Langkah yang diambil pemerintah tidak bisa cepat berdampak. Mudah-mudahan pencairan anggaran atau program selanjutnya, dapat memperbaiki," imbuhnya.
Sementara itu, berdasarkan data BPS Provinsi Sumatra Barat, jumlah penduduk miskin di provinsi tersebut pada Maret 2015 adalah 379.609 jiwa. Jumlah tersebut, naik sebanyak 24.871 jiwa dibandingkan pada September 2014 sebanyak 354.738 orang. Wilayah perkotaan naik sebanyak 9.502 jiwa, dan jumlah penduduk miskin perdesaan juga mengalami kenaikan sebanyak 15.369 orang.
Secara persentase, penduduk miskin naik sebesar 0,42 persen dari periode September 2014 ke Maret 2015, yaitu dari 6.89 persen menjadi 7,31 persen.