EKBIS.CO, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis pagi bergerak menguat sebesar 16 poin menjadi Rp14.443 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp14.459 per dolar AS.
Analis PT Platon Niaga Berjangka Lukman Leong di Jakarta, mengatakan bahwa mata uang dolar AS mengalami depresiasi menjelang keputusan suku bunga the Fed. Data ekonomi Amerika Serikat yang bervariasi menurunkan harapan pasar Fed akan menaikkan suku bunganya.
"Data inflasi Agustus di Amerika Serikat cenderung mendatar, kondisi itu memperkecil peluang untuk the Fed menaikan suku bunganya. Inflasi merupakan salah satu acuan The Fed untuk menaikkan suku bunga," katanya.
Ia menambahkan bahwa hasil jajak pendapat beberapa lembaga juga menyebutkan kecenderungan the Fed masih mempertahankan suku bunganya. Di sisi lain, lanjut dia, harga minyak mentah dunia jenis Brent yang melonjak empat persen menambah sentimen negatif bagi dolar AS terhadap mayoritas mata uang dunia, termasuk rupiah.
Vice President Research and Analysis Valbury Asia Securities Nico Omer Jonckheere mengatakan bahwa jika suku bunga acuan Amerika Serikat naik pada September ini, diharapkan juga diikuti dengan stimulus baru oleh otoritas moneter AS salah satunya dengan kembali meluncurkan kebijakan pelonggaran kuantitatif (quantitative easing/QE) untuk menjaga likuiditas pasar.
"Kalau misalnya the Fed menaikan suku bunga dan tidak diikuti dengan QE, akibatnya aset di negara berkembang akan terperosok dalam, karena likuiditas mengering di seluruh dunia," katanya.
Ia memprediksi nilai tukar rupiah dapat menyentuh level Rp15.000 per dolar AS jika the Fed menaikan suku bunganya. Kendati demikian, investor tidak perlu merespon negatif secara berlebihan karena pelemahan mata uang tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga negara di kawasan Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura.