EKBIS.CO, JAKARTA -- Penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebutkan bahwa ekosistem hutan tropis pada dasarnya tidak bisa terbakar secara alami, sekali pun pada daerah beriklim kering. Namun, pengelolaan hutan kurang tepat menyebabkan penurunan kelembaban udara dan bukaan kanopi hutan, sehingga berakibat keringnya serasah dan material runtuhan di lantai hutan.
Peneliti Pusat Penelitian Biologi LIPI, Tukirin mengatakan bahan-bahan runtuhan dan serasah tersebut memicu kebakaran di areal hutan tropis di Indonesia. Dampak kebakaran berat dapat mematikan hampir seluruh atau 80 persen pepohonan penyusun hutan.
"Hutan rawa gambut umumnya akan mati secara keseluruhan karena tidak ada pohon yang mampu bertahan pascakebakaran, apalagi kebakaran berulang," kata Tukirin dalam rilis kepada Republika.co.id, Sabtu (19/9).
Sebagian besar ekosistem hutan di Indonesia berada dalam areal beriklim basah dengan curah hujan dua ribu mili meter kubik per tahun yang mengalami kerusakan, penurunan kelembaban, dan pembukaan kanopi. Ini berakibat lingkungan hutan rawa gambut yang semestinya basah dan lembab menjadi kering dan mudah terbakar.
Tukirin memaparkan jenis tumbuhan yang umumnya muncul setelah kebakaran adalah jenis-jenis pionir dan sekunder, seperti mahang (Macaranga sp), anggrung (Vernonia arborea), tembalik angin (Croton sp) dan paku resam (Pteridium sp dan Gleichenia sp). Untuk hutan rawa gambut, jenis yang tumbuh usai kebakaran biasanya paku-pakuan, seperti Nephrolepis sp, Blechnum spp, dan Stenchlaena palustris.
"Tidak ada tumbuhan berbunga yang mampu bertahan dan tumbuh setelah kebakaran," katanya.