EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengamat pangan dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia Khudori menegaskan, situasi pangan khususnya beras saat ini tengah kritis. Terlebih pasokan beras pemerintah di kantong Perum Bulog minim, sedangkan Bulog punya tanggung jawab menstabilkan harga serta menyalurkan beras sejahtera.
Dihubungi melalui sambungan telepon, Senin (21/9), ia pun mengajak Republika.co.id melakukan hitung-hitung kebutuhan beras nasional. Sehingga nantinya akan tampak apakah pemerintah harus impor atau tidak.
"Dalam setahun kebutuhan raskin normal itu ditambah dengan kebutuhan operasi pasar dan bencana, kalau merujuk tahun sebelumnya itu 3 juta ton," katanya mengawali perhitungan.
Adapun kebutuhan beras untuk raskin sebanyak 232 ribu ton setiap bulan. Namun, tahun ini beras sejahtera yang dulu disebut raskin disalurkan sebanyak 14 kali sehingga ada penambahan penyaluran hingga 0,46 juta ton. "Total penyaluran pun menjadi 3,46 juta ton," tuturnya.
Cadangan yang harus dikantongi Bulog supaya aman hingga akhir tahun agar betul-betul aman dan tidak dimanfaatkan spekulan, setidaknya harus memiliki 2 juta ton di luar raskin. Jadi, total yang harus dimiliki Bulog dalam setahun yakni 5,46 juta ton.
Namun itu belum memperhitungkan El Nino yang diprediksi akan berakhir pada akhir 2015. El Nino pun akan disusul La Nina yang berpotensi mengundang banjir. Memperhitungkan pasokan tahun lalu yakni 1,4 juta ton, maka jika idealnya dalam setahun ada 5,46 juta ton, pemerintah punya PR mengantongi sekitar 4 juta ton lagi (5,46 dikurangi 1,4).
"Empat juta ton dikurangi pengadaan yang sudah dilakukan Bulog saat ini yakni 2,1 juta ton, maka tinggal 1,9 juta ton yang harus diadakan, dari manapun caranya," kata dia.
Itu pun belum memperhitungkan El Nino yang akan berlangsung hingga tiga bulan kemudian. Jika ditambah tiga bulan masa anomali cuaca, maka seharuanya pemerintah sedia beras 2,6 juta ton (232 ribu ton dikali tiga bulan). Pertanyaan selanjutnya, apakah Bulog bisa mendapatkan tambahan beras sebesar itu, ia pesimis.