EKBIS.CO, JAKARTA -- Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Dwelling Time menerapkan langkah tegas guna mengurai lambannya proses bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara atau Dwelling Time.
Salah satu caranya lewat penerapan denda bagi para importir yang kedapatan menahan barangnya di Gudang Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Deputi II Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Agung Kuswandono mengatakan, para importir akan dikenai sanksi berupa denda sebesar Rp 5 juta per hari jika melebihi batas waktu yang diberikan Otoritas Pelabuhan.
"Waktu importir paling lama menyimpan barang di pelabuhan adalah tiga hari," ujarnya di Kantor Pusat Kemenko Maritim, Gedung BPPT, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (23/9).
Pihaknya, akan memberi kesempatan kepada para importir selama dua hari mencari truk untuk mengangkut barang. "Hari ketiganya baru dikenakan denda Rp 5 juta per hari setiap kontainer," lanjutnya.
Agung menambahkan, penerapan sanksi dilakukan lantaran begitu banyak importir yang lebih memilih menahan barangnya di pelabuhan karena tidak memiliki gudang penyimpanan.
Salah satu alasan mengapa hal ini terus terjadi karena biaya menyimpan barang di pelabuhan jauh lebih murah dibanding investasi gudang.
"Mereka (importir) ribut ingin cepat izinnya keluar. Tapi setelah dikasih izin, barangnya dua minggu tidak dikeluarkan. Ini karena banyak perusahaan tidak punya gudang. Jadi, Pelabuhan Tanjung Priok jadi tempat penimbunannya," sambungnya.
Hal inilah yang membuat alur barang masuk menjadi terhambat, sehingga berujung pada sulitnya menurunkan Dwelling Time. Denda tersebut, lanjutnya, akan dimasukkan ke kas negara menjadi penerimaan negara bukan pajak.
Sebelumnya, kata Agung, biaya inap kontainer hanya menjadi pendapatan bagi PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II. "Selama ini kan masuk ke Pelindo. Nanti kalau ada denda jadi penerimaan negara sebagai PNBP," katanya menambahkan.