EKBIS.CO, JAKARTA -- Pinjaman dana yang dilakukan bank-bank BUMN dikhawatirkan menjadi pemicu tumbuhnya ruang spekulasi. Tidak jelas apa dasar dilakukan pinjaman tersebut sehingga memunculkan ketidakpastian.
"Tidak salah dong kalau orang-orang mulai berspekulasi. Mereka melihat bahwa pemerintah sudah panik karena berutang," kata Direktur Eksekutif Institute National Development and Financial (Indef), Enny Sri Hartati kepada Republika.co.id, Kamis (24/9).
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah melakukan stress test apabila nilai tukar rupiah terhadap dolar mencapai Rp 15 ribu. Hasilnya lima bank Tanah Air akan kolaps, salah satunya bank BUMN.
Enny menyayangkan tidak ada transparansi tujuan utang tersebut kepada publik. "Jangan menambah ketidakpastian sehingga orang berinterprestasi masing-masing," pintanya.
Masalahnya, saat ini masyarakat sudah cukup tertekan dengan ketidakpastian global. Apalagi saat ini acuan tingkat suku bunga dari The Fed masih menggantung. Hendaknya pemerintah tidak usah lagi ikut-ikutan memberi ketidakpastian.
Menurut dia, spekulasi hanya akan terjadi ketika adanya ketidakpastian. Apabila ada kepastian kebijakan, maka masyarakat tidak akan berpeskulasi.
Fluktuasi rupiah yang terjadi belakangan ini lantaran adanya faktor fundamental. Yang memicu fluktuasi tajam dalam waktu singkat itu adalah spekulasi. "Kalau sudah terjadi spekulasi, meski Bank Indonesia (BI) mau menggelontorkan cadangan devisa 100 miliar dolar AS juga percuma, tidak mampu menguatkan rupiah, seperti menggarami lautan," ucap Enny.