EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketua Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika juga mendesak pemerintah agar segera menurunkan harga BBM premium dan solar. Menurutnya ini adalah saat yang tepat bagi pemerintah, karena harga minyak dunia sudah mencapai level 40 dolar AS per barel.
Namun, sejak Maret lalu, harga premium terus dipertahankan pada Rp 7.400 per liter, sedangkan solar pada Rp 6.900 per liter untuk wilayah Jawa-Bali. Kardaya menekankan, turunnya harga BBM akan sangat menolong daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah di tengah krisis ekonomi kini.
Politikus Partai Gerindra ini menengarai alasan di balik keengganan pemerintah. Menurut dia, pemerintah berdalih harus menutupi selisih kerugian yang dialami Pertamina sebagai penyalur BBM di bawah harga keekonomian. Apalagi, disebut-sebut perusahaan plat merah ini meminta jaminan laba per tahun sebesar 1,7 miliar dolar AS.
"Tidak ada alasan untuk (harga premium dan solar) tidak turun. Kalau alasannya untuk menutupi kerugian Pertamina, itu tidak bisa dalam sistem keuangan negara begitu," tegasnya, Sabtu (26/9).
Ia melanjutkan, merosotnya nilai tukar rupiah kini sekalipun tidak bisa dijadikan sebagai dalih. Menurut Kardaya, pemerintah mesti jernih dalam membandingkan antara melemahnya nilai tukar rupiah dan penurunan harga minyak dunia.
Kardaya menjelaskan, sejak penetapan APBNP 2015 hingga kini, pelemahan rupiah berkisar 12 persen. Sementara itu, dalam rentang waktu yang sama, harga minyak dunia turun kira-kira sebesar 28 persen.
"Jadi jauh lebih besar penurunan harga minyak," ucapnya.
Selain itu, Komisi VII berencana dalam waktu dekat ini akan memanggil Dirut Pertamina. Kardaya mengatakan, pihaknya ingin meminta keterangan mengenai berapa sebenarnya biaya pengadaan BBM. Mekanisme penetapan harga BBM harus transparan bagi masyarakat.
Dia menilai, selama ini rakyat kebingungan terhadap cara Pertamina menetapkan harga BBM. Baik konsumen rumah tangga maupun industri di dalam negeri tak bisa memprediksi, misalnya, pada dua bulan mendatang, berapa harga BBM pastinya.
DPR lantas menginginkan agar ada semacam kesepakatan terkait patokan harga. Sehingga, kalangan industri bikin memprediksi besaran biaya produksi selama bulan-bulan ke depan.
"Di seluruh negara (kecuali Indonesia), itu harga BBM bisa diperkirakan oleh rakyatnya. Kalau kayak yang sekarang, (yakni) oh (harga BBM) mestinya turun tapi kok enggak turun-turun. Rakyat jadi bingung." katanya.