EKBIS.CO, JAKARTA -- Perlambatan ekonomi masih terjadi hingga kini. Nilai tukar rupiah bahkan sempat menyentuh angka Rp 14.700 pada Senin (28/9). Kondisi ini tak pelak berdampak pada sektor pertambangan yang sebelumnya lesu terlebih dahulu akibat larangan ekspor bauksit sejak diberlakukannya Peraturan Menteri nomor 1 tahun 2014 sejak 12 Januari 2014 lalu.
Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) mencatat, hingga saat ini setidaknya sudah ada 40 ribu pekerja aktif di sektor pertambangan bauksit yang terkena pemutusan hubungan kerja.
Ketua Umum APB3I sekaligus Direktur Utama PT Harita Prima Abadi Erry Sofyan menilai alternatif penyelamat ekonomi nasional adalah dengan memompa kinerja ekspor, salah satunya dengan membuka keran ekspor bauksit.
Erry menambahkan, keran ekspor yang dibuka kembali dipercaya bisa memberikan kontribusi terhadap penerimaan negara berupa devisa sebesar 1,6 - 2 miliar dolar AS serta pajak dan PNBP sebesar 480 juta dolar AS. Angka ini didapat apabila kuota yang dibuka kembali adalah 40 sampai 50 juta ton bauksit per tahunnya.
Selain itu, beroperasinya kembali penambangan bauksit akan membangkitkan kembali lapangan kerja sebanyak 40 ribu orang, serta mampu menggerakan kembali perekonomian daerah dan masyarakat sekitar pertambangan.
"Lebih besar manfaatnya bagi bangsa karena jangan dilihat dari sisi pengusaha. Karena pengusaha kan rakyat juga. Efek domino luar biasa. Karena begitu tambang berjalan kegiatan ekonomi dan usaha di lokasi tambang akan langsung hidup," ujar Erry, Selasa (29/9).