EKBIS.CO, JAKARTA -- Skema asuransi pertanian yang masuk dalam paket kebijakan ekonomi jilid III membutuhkan dukungan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Ini berarti stimulus tersebut baru bisa direalisasikan pada 2016.
Direktur eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati mengatakan daripada memikirkan hal yang masih jauh lebih baik pemerintah fokus pada apa yang sudah ada di depan mata, misalnya dana desa. Selama ini ada kenaikan dalam pencairan dana desa. "Mestinya yang harus pemerintah lakukan adalah mencari terobosan bagaimana merealokasi segera dana desa untuk berbagai macam stimulus ekonomi di pedesaan," ujarnya, Jumat (9/10).
Perlu ada langkah payung hukum dengan segera supaya tidak ada alasan lagi bagi kepala daerah atau desa yang engga merealisasikan dana desa tersebut. Langkah ini telah diawali dengan surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri, yakni Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; Menteri Dalam Negeri; dan Menteri Keuangan. "Namun itu belum mampu implementatif, padahal dana desa sudah ada dan 80 persennya sudah ditransfer ke daerah," kata Enny.
Seperti diberitakan sebelumnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan sejumlah kebijakan dalam rangka menstimulus pertumbuhan ekonomi nasional, salah satunya yakni merancang skema asuransi pertanian. Skema yang akan diterapkan adalah asuransi usaha tani padi dimana 20 premi dibayar petani dan 80 persennya dibayar pemerintah.
Dengan asuransi ini, diharapkan para petani akan terlindungi secara finansial akibat kegagalan panen. Selain itu, manfaat dari kebijakan ini diklaim mampu menjadikan petani bankable terhadap kredit pertanian.