EKBIS.CO, PALEMBANG -- Pelaksanaan asuransi pertanian menginjak tahap sosialisasi sembari pendataan calon peserta. Kementerian Pertanian (Kementan) mengaku telah membentuk tim teknis yang terdiri dari perangkat Kementan di pusat, dinas daerah serta BUMN Asuransi.
Penyuluh pertanian yang tersebar di daerah juga dikerahkan mendukung pelaksanaan asuransi. Namun keberadaan mereka lebih berfokus pada mitigasi gagal panen akibat banjir, organisme pengganggu tanaman (OPT) maupun hal lainnya.
"Kita sebisa mungkin meminimalisir gagal panen dengan berbagai strategi, tapi kalau toh itu terjadi, petani dilindungi asuransi," kata Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Pertanian Kementan Pending Dadih Permana pada Ahad (18/10).
Strategi yang dilakukan penyuluh di antaranya mengupayakan petani, terutama yang berada di areal rawan banjir, agar menanam padi dengan benih tahan genangan. "Varietas inpari, impago atau benih amfibi, itu nama varietas benih, bisa tahan genangan sampai 12 hari," ujar dia.
Penyuluh berfokus pada mitigasi. Saat ini, jumlah penyuluh se-Indonesia sebanyak 27 ribu orang. Dari jumlah tersebut sebanyak 20.300 tenaga penyuluh berstatus harian lepas.
Seluruh stakeholder nantinya akan jadi penyampai dan agen asuransi kepada petani, termasuk penyuluh. Adapun peosedur teknis pendaftaran dan tata cara prosedur pembayaran asuransi ketika benar mengalami gagal panen ditangani tim teknis.
Berkaca pada kasus banjir sawah sebelumnya, data Kementan mencatat sebanyak 40.627 hektar sawah mengalami puso atau gagal panen sepanjang musim hujan, Oktober 2014-Maret 2015. Jumlah tersebut sekitar 0,50 persen dari luas sawah di Tanah Air yang mencapai 8.186.545 hektar.
Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Kementan Dwi Iswari mengatakan, puso terbesar diakibatkan oleh banjir yang melanda 34.222 hektar sawah. Wilayah terdampak paling besar di antaranya Aceh, Jawa Timur dan Banten.
Adapun puso disebabkan kekeringan seluas 5.929 hektar. Ia terjadi di Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah. Sementara puso karena hama tanaman seluas 476 hektare. Kondisi terparah terjadi di Jawa Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Banten.