Rabu 21 Oct 2015 16:10 WIB

Pemerintah Diminta tak Loloskan IPO Freeport

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nidia Zuraya
 Aktivitas penambangan di areal pertambangan Grasberg PT Freeport, Mimika, Papua.
Foto: Reuters/Stringer
Aktivitas penambangan di areal pertambangan Grasberg PT Freeport, Mimika, Papua.

EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah diminta untuk lebih bijak dalam memutuskan siapa yang nantinya akan mengambil 10,64 persen saham PT Freeport Indonesia.  

Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (Iress) Marwan Batubara menilai, kebijakan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno untuk mendorong PT Aneka Tambang Tbk (Antam) dan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) membeli saham Freeport, lebih bijak ketimbang apabila pemerintah merestui Freeport melakukan penawaran saham ke publik lewat mekanisme Initial Public Offering (IPO).

Marwan melanjutkan, urusan pendanaan yang dibutuhkan kedua BUMN ini bisa bersumber dari mana saja. Bahkan, dia menilai sah-sah saja apabila Rini mencarikan sumber dana dari luar negeri. Posisi kedua BUMN tersebut, lanjutnya, adalah sebagai penerima pinjaman. Sedangkan porsi kepemilikan saham tetap jatuh kepada Antam dan Inalum.

Apapun mekanisme pendanaannya, menurut Marwan, yang terpenting adalah jangan sampai IPO Freeport diloloskan. "Urusan sumber dana dari asing ini jangan sampai membuat opini baru sehingga membolehkan pemerintah untuk izinkan Freeport lakukan IPO. Dengan IPO, modal hanya akan dimiliki pihak-pihak kecil yang tak ada suaranya. Negara tak berdaya nantinya," ujar Marwan, Rabu (21/10).

Senada dengan Marwan, Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya Widya Yudha juga tidak mempermasalahkan sumber pendanaan pembelian saham Freeport, selama kepemilikan saham pemerintah, dalam hal ini negara, bisa bertambah. Khusus untuk kasus Antam yang Inalum yang memang terkendala dana, Satya menjelaskan, negara bisa saja memfasilitasi lewat penyertaan modal negara (PMN) atau lewat nilai investasi yang Antam miliki.

"Kita justru mencari jalan keluar kepada BUMN yang layak berpartisipasi. Misalnya lewat PMN. Berapapun besarnya, perlu ada di sana meski tidak jadi operator. Kan divestasi kita terus berproses sampai jadi mayoritas," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement