EKBIS.CO, MILAN -- Pemangku kepentingan industri kelapa sawit menilai sangat penting untuk memperkuat pasar Eropa. Minimal melakukan edukasi kepada masyarakat dan industri dan terus melakukan dialog intensif kepada pemerintah di wilayah Eropa.
Menurut Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDB), Bayu Krisnamurthi, ekspor kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Eropa tak terlalu besar. Angkanya mencapai 3,5 juta hingga 4 juta ton per tahun dari total
Cuma, ucap dia, yang jauh lebih penting adalah Eropa adalah pusat trend dan standar yang diakui dunia. Banyak negara menggunakan standar Eropa untuk menentukan suatu kebijakan termasuk ekspor dan penggunaan sawit.
Sementara di saat yang sama Eropa adalah wilayah paling keras dalam memperdebatkan penggunaan kelapa sawit. "Kalau kita tak bisa meyakinkan Eropa, maka akan sulit masuk ke wilayah lainnya," tutur dia kepada media di sela acara European Palm Oil Conference (EPOC) di Milan, Italia pada 27-28 Oktober, Kamis (29/10).
Seperti halnya di Eropa lainnya, panelis dari Italia lebih banyak mempertanyakan pengaruh kelapa sawit kepada kesehatan. Begitu juga dengan masalah deforestasi dan pembangunan berkelanjutan.
Untungnya, Indonesia menurut dia sudah melakukan banyak hal termasuk moratorium, penanaman hutan terlantar dan sertifikasi kelapa sawit berkelanjutan. ''Sertifikasi mereka minta saat ini, tapi hal itu butuh waktu karena 42 persen produksi sawit dari petani kecil," ucap dia.
Sementara itu staf khusus Kementerian Koordinator Kemaritiman untuk perubahan iklim, Nurmala Kartini Sjahrir menyatakan industri sawit patut didukung. Karena industri sawit sangat potensial dan menghidupi jutaan rakyat Indonesia.
Ia pun juga yakin berdasarkan data Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup pengunaan lahan kelapa sawit di Indonesia di bawah 10 persen dari luas total hutan. Meski begitu ada enam juta masyarakat yang hidup melalui sawit.