EKBIS.CO, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Rabu pagi (18/11) bergerak melemah 31 poin menjadi Rp 13.777 dibandingkan posisi sebelumnya Rp13.746 per dolar AS.
Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta mengatakan bahwa dolar AS kembali menguat terhadap mayoritas mata uang dunia, termasuk rupiah seiring dengan peningkatan inflasi Amerika Serikat. Inflasi AS pada Oktober 2015 tercatat naik menjadi 0,2 persen secara tahunan, sementara inflasi inti tetap di level 1,9 persen.
"Inflasi AS itu melebihi harapan pasar sehingga potensi kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS (Fed fund rate) meningkat," katanya.
Sedangkan, sentimen kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS juga akan kembali dikonfirmasi dalam rilis notulensi Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC). Jika hasil notulensi itu mempertegas rencana kenaikan suku bunga AS di Desember 2015 maka dolar AS akan terpicu untuk tetap kuat.
Ia menambahkan bahwa Bank Indonesia yang menyebutkan kemungkinan kenaikan sentimen kenaikan suku bunga acuan AS dalam waktu dekat menambah sentimen penguatan bagi dolar AS di pasar uang dalam negeri. Kendati demikian, menurutnya, Bank Indonesia tetap mengambil kebijakan untuk melakukan pelonggaran moneter dengan memangkas Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dalam rupiah, dari sebelumnya delapan persen menjadi 7,5 persen berlaku efektif sejak 1 Desember 2015. "Pemangkasan GMW itu ditujukan mendorong pertumbuhan kredit," ucapnya.
Analis pasar uang PT Bank Mandiri Tbk Renny Eka Putri mengatakan bahwa Bank Indonesia juga cukup disiplin dalam mengupayakan pengurangan defisit neraca transaksi berjalan, inflasi terjaga dan nilai tukar domestik berfluktuasi dengan kisaran stabil. "Kondisi makroekonomi domestik sudah menunjukan arah perbaikan," ujarnya.