Kepala Kantor Perwakilan BI Bali, Dewi Setyowati mengatakan penggunaan mata uang asing di berbagai wilayah di Indonesia saat ini menjadi keprihatinan bersama yang jika terus dibiarkan bisa berdampak pada perekonomian bangsa. Oleh sebabnya, kewajiban penggunaan rupiah dalam setiap transaksi di Tanah Air menjadi satu hal yang tak bisa ditawar lagi.
"Penggunaan Rupiah berpengaruh pada nilai tukarnya sendiri, sehingga dapat menekan permintaan pada mata uang asing, khususnya dolar AS," ujar Dewi.
Rupiah adalah simbol kedaulatan negara. Namun, BI masih sering menjumpai penggunaan mata uang asing di berbagai transaksi di wilayah NKRI, serta pencantuman tarif harga barang dan jasa dalam kurs mata uang asing. Hal ini misalnya masih dijumpai di Bali yang merupakan daerah tujuan pariwisata macanegara. Bali setidaknya dikunjungi oleh tiga juta wisatawan asing setiap tahunnya.
Bentuk kejahatan lain terhadap uang rupiah adalah pemalsuan. Dewi mencontohkan, BI Bali berhasil mengidentifikasi 1.447 lembar uang palsu sepanjang triwulan I 2015, lebih banyak dibandingkan 1.155 lembar uang palsu pada periode sama tahun sebelumnya. Uang palsu tersebut meliputi uang palsu yang dilaporkan langsung oleh masyarakat dan dari pihak bank ke BI.
Seiring kemajuan teknologi, peredaran uang palsu di masyarakat sulit untuk dihindari dan dihilangkan. BI secara rutin menyosialisasikan ciri-ciri keaslian rupiah melalui skema 3D (dilihat, diraba, dan diterawang) serta koordinasi dengan perbankan dan kepolisian.
3D4A bisa dipertimbangkan untuk digunakan BI secara nasional. Aplikasi ini mengedukasi masyarakat tentang ciri keaslian uang rupiah, penggantian uang rusak, dan kewajiban penggunaan rupiah di wilayah NKRI.