EKBIS.CO, JAKARTA -- Gubernur BI Agus Martowardojo menjelaskan, pada periode 2009-2012, pertumbuhan ekonomi dunia positif dan harga komoditas tinggi, serta aliran modal yang masuk ke negara berkembang cukup besar. Kondisi itu mendorong ekonomi Indonesia bergerak positif. Ekspor meningkat, didorong oleh kenaikan pertumbuhan ekonomi dunia dan harga komoditas.
Agus menambahkan, tekanan yang cukup besar juga muncul kepada ekonomi negara berkembang lain, terutama negara-negara yang bergantung pada komoditas sumber daya alam. Rusia dan Brazil yang ekspornya berbasis komoditas bahkan tengah memasuki resesi ekonomi. Sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia masih di atas 6 persen. Bahkan, nilai tukar rupiah menyentuh level Rp 8.700 per dolar AS karena derasnya modal asing yang mengalir masuk ke Indonesia.
Namun, krisis keuangan AS pada 2008 yang berlanjut ke Yunani dan meluas ke Eropa mendorong krisis keuangan global. Dampaknya, negara-negara berkembang yang sebelumnya menjadi mesin pertumbuhan ekonomi global mengalami perlambatan. Ekonomi Cina yang sebelumnya tumbuh dua digit melambat signifikan hingga di bawah 7 persen. Rusia dan Brasil yang ekspornya berbasis komoditas bahkan memasuki resesi ekonomi. Kinerja ekspor Indonesia menurun dan pertumbuhan ekonomi melambat menjadi 4,7 persen pada semester pertama 2015.
“Pertumbuhan ekonomi dunia pada 2015 juga diperkirakan menurun menjadi 3,1 persen dari sebelumnya yang mencapai 3,4 persen pada 2014,” ungkapnya.
Selain itu, aliran modal asing yang masuk ke negara berkembang juga berkurang signifikan sejak 2014. Hal itu merupakan dampak tren penurunan prospek ekonomi negara berkembang sebagai antisipasi kenaikan suku bunga AS. Tekanan bertambah ketika otoritas moneter Cina pada Agustus 2015 melakukan devaluasi mata uang Yuan, sehingga memicu terjadinya gejolak di pasar keuangan global.
“Semua itu menyebabkan arus modal asing ke negara berkembang menurun drastis, termasuk Indonesia dan menurunkan pasokan valuta asing secara signifikan. Sepanjang 2015 terjadi beberapa episode pembalikan modal asing yang menekan hampir seluruh mata uang termasuk rupiah,” ucapnya.